Bagikan:

JAKARTA - Lebih dari 100 mahasiswa terluka di seluruh Bangladesh dalam bentrokan antara pengunjuk rasa yang memprotes sistem kuota pekerjaan pemerintah dan kelompok yang setia kepada partai yang berkuasa.

Protes tersebut menandai demonstrasi signifikan pertama yang dihadapi Perdana Menteri Sheikh Hasina sejak ia memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut dalam pemilu pada bulan Januari yang diboikot oleh oposisi utama.

Ribuan pengunjuk rasa anti-kuota dan anggota sayap mahasiswa Liga Awami pimpinan Hasina melemparkan batu dan saling berkelahi dengan tongkat dan besi di universitas-universitas di seluruh negeri, termasuk Dhaka, kata polisi dan saksi mata.

Mahasiswa terluka di beberapa kampus, kata pejabat polisi, dilansir dari Reuters, Selasa, 16 Juli.

Para pengunjuk rasa menyerukan pawai dan demonstrasi untuk terus berlanjut di seluruh negeri untuk menuntut tuntutan mereka.

“Ini lebih dari sekedar gerakan mahasiswa. Untuk menekan gerakan ini, hasutan dari tingkat tertinggi pemerintahan telah dilakukan. Jadi, masyarakat umum harus turun ke jalan,” kata Nahid Islam, koordinator protes anti-kuota.

Protes dimulai awal bulan ini setelah Pengadilan Tinggi memerintahkan pemerintah mengembalikan 30 persen kuota pekerjaan bagi keturunan pejuang kemerdekaan.

Tindakan tersebut terus berlanjut meskipun pengadilan tinggi Bangladesh menangguhkan perintah tersebut selama sebulan pada pekan lalu.

Protes semakin membesar pada Minggu malam setelah Hasina menolak memenuhi tuntutan mahasiswa dan menyatakan permasalahan tersebut sudah ada di pengadilan.

Hasina mengatakan mereka yang menentang kuota pekerjaan bagi kerabat pejuang kemerdekaan adalah 'Razakar', yang bekerja sama dengan tentara Pakistan selama Perang Kemerdekaan tahun 1971.

Komentarnya menyebabkan ribuan mahasiswa meninggalkan asrama mereka di kampus Universitas Dhaka pada tengah malam untuk melakukan protes.

“Upaya sedang dilakukan untuk mengubah gerakan anti kuota menjadi gerakan anti negara dengan menggunakan emosi mahasiswa muda,” kata Menteri Luar Negeri Hasan Mahmud. “Pemerintah tidak akan membiarkan situasi yang tidak stabil berkembang,” imbuhnya.