Bagikan:

JAKARTA - Dilaporkan 20 orang terluka dalam bentrokan pengunjuk rasa menuntut Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mundur.

Polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan massa saat ribuan orang melakukan protes di ibu kota Bangladesh dan wilayah lain di negara itu pada Jumat, 2 Agustus.

Para pengunjuk rasa menuntut keadilan bagi keluarga dari 150 orang yang tewas dalam kekerasan selama protes bulan lalu terkait sistem kuota pekerjaan.

Puluhan pemuda berdemo di Dhaka sambil meneriakkan “kami menginginkan keadilan” dan mengibarkan spanduk anti-pemerintah.

Di tempat lain, gedung-gedung termasuk kantor distrik partai Liga Awami yang berkuasa dibakar, kantor polisi dibakar, dan kendaraan lapis baja dirusak selama demonstrasi.

Polisi mengatakan mereka menembakkan peluru karet dan gas air mata ketika massa menyerang di kota Habibganj di timur laut.

Petugas juga melemparkan granat kejut untuk membubarkan pengunjuk rasa di kota terdekat, Sylhet. Seorang saksi di Sylhet mengatakan sekitar 20 orang terluka.

“Mereka membakar kantor Liga Awami setempat dan beberapa kantor pemerintah lainnya serta membakar sepeda motor,” kata Khalilur Rahman, seorang pejabat polisi di Habiganj dilansir Reuters.

Kerusuhan yang terjadi saat ini adalah ujian terbesar yang dihadapi Hasina sejak protes mematikan ketika ia memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut pada pemilu Januari lalu yang diboikot oleh oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh.

Kelompok mahasiswa memimpin demonstrasi bulan lalu menentang kuota pekerjaan di pemerintahan, termasuk reservasi 30 persen untuk keluarga veteran perang kemerdekaan tahun 1971 dari Pakistan.

Demonstrasi tersebut berubah menjadi kekerasan yang menewaskan 150 orang, melukai ribuan orang dan menyebabkan sekitar 10.000 orang ditangkap.

Protes terhenti setelah Mahkamah Agung membatalkan sebagian besar kuota.

Mahasiswa kembali turun ke jalan dalam protes sporadis pekan ini, menuntut keadilan bagi keluarga mereka yang terbunuh.

Kritik terhadap Hasina dan kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintahnya menggunakan kekuatan berlebihan untuk memberantas gerakan tersebut.

"Orang-orang melakukan kesalahan. Jika dia (Hasina) meminta maaf, semuanya akan kembali normal. Jika dia tidak bisa mengendalikannya, keadaan akan terus memanas," kata Syed Sadman, seorang mahasiswa.