Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jepang memberlakukan tarif baru dan membatasi jumlah pendaki harian, saat musim pendakian Gunung Fuji dimulai pekan lalu, guna menjaga kelestarian alam salah satu situs Warisan Dunia UNESCO tersebut.

Penjaga taman di Gunung Fuji secara resmi memulai musim pendakian tahun ini sekitar 90 menit sebelum matahari terbit pada 1 Juli lalu dengan membuka gerbang di pos pendakian.

Pendaki harus membayar 2.000 yen (Rp204.181) dan jumlah mereka akan dibatasi hingga 4.000 orang sehari setelah keluhan tentang sampah, polusi dan jalur pendakian yang sangat padat tahun lalu.

Sebagai imbalannya, para pendaki akan menerima gelang yang memberikan akses ke jalur pendakian antara pukul 3 pagi hingga 4 sore, kecuali mereka yang memiliki reservasi di pondok gunung yang lebih dekat ke puncak, yang tidak akan dikenakan batas pengunjung harian, kata pihak berwenang.

"Saya pikir Gunung Fuji akan sangat senang jika semua orang lebih peduli terhadap lingkungan dan hal-hal seperti membawa pulang sampah," kata Sachiko Kan (61), salah satu dari sekitar 1.200 pendaki yang berkumpul pada hari pertama penerapan langkah-langkah baru tersebut, dilansir dari Reuters 10 Juli.

Musim pendakian Gunung Fuji, yang membentang di Prefektur Yamanashi dan Shizuoka sekitar 136 km (85 mil) dari Tokyo, tahun ini berlangsung hingga 10 September, setelah itu cuaca menjadi terlalu dingin dan bersalju.

Gunung Fuji, gunung berapi strato yang masih aktif dan terakhir meletus pada tahun 1707, telah menjadi tempat peribadatan Shinto dan Buddha selama berabad-abad.

Jumlah pendaki kembali ke tingkat sebelum pandemi tahun lalu, yaitu sekitar 300.000 orang setiap tahunnya, kata kementerian lingkungan hidup. Para pendaki biasanya mulai mendaki pada dini hari agar bisa mencapai puncak tepat waktu saat matahari terbit.

Pembatasan jalur pendakian baru diperlukan untuk mencegah kecelakaan dan insiden penyakit ketinggian, khususnya di antara "pendaki cepat" asing, atau mereka yang berlomba menuju puncak, kata Gubernur Yamanashi, Kotaro Nagasaki bulan lalu.

Penurunan yen ke level terendah dalam 38 tahun telah menjadikan Jepang sebagai tempat yang sangat menarik bagi wisatawan mancanegara.

"Dengan gencar mempromosikan langkah-langkah keselamatan menyeluruh untuk mendaki Gunung Fuji, kami akan memastikan Gunung Fuji, harta dunia, diwariskan kepada generasi mendatang," kata Gubernur Prefektur Yamanashi Kotaro Nagasaki, saat mengumumkan peraturan baru awal tahun ini, dikutip dari CNN.

"Untuk menghidupkan kembali pendakian gunung tradisional dari kaki Gunung Fuji, kami akan memperoleh pemahaman terperinci tentang budaya Fuji-ko dan Oshi yang mendukung pemujaan Gunung Fuji. Kami berupaya menghubungkan budaya-budaya ini dengan pendakian gunung ini, karena berakar pada nilai-nilai budaya agama tersebut," jelasnya.

Kemacetan lalu lintas manusia, kaki bukit yang dipenuhi sampah, dan pendaki yang berpakaian tidak pantas – beberapa mencoba mendaki dengan sandal – merupakan sejumlah masalah yang mengganggu situs populer Jepang tersebut.

Selain itu, akan ada pemandu baru yang mengatur keselamatan di dalam dan di sekitar jalur pendakian. Mereka akan memberi tahu pendaki ketika mereka melanggar etika di gunung, seperti tidur di sisi jalur pendakian, menyalakan api, atau mengenakan pakaian yang tidak pantas.

Menurut data prefektur, lima juta orang mendaki Gunung Fuji pada tahun 2019, meningkat tiga juta dari tahun 2012.

Namun, aturan baru tersebut hanya berlaku di Prefektur Yamanashi, yang merupakan lokasi jalur pendakian yang paling populer. Gunung Fuji juga terletak di prefektur Shizuoka, yang belum menerapkan pajak atau batasan pengunjung.

Gubernur Nagasaki mengatakan kepada wartawan, ia dan Gubernur Shizuoka akan bertemu di akhir musim pendakian untuk bertukar pendapat.