Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut pembelaan terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang menggunakan bahasa puitis sembari menangis tak akan menghapus pidana yang didakwakan di kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan).

Pernyataan itu disampaikan Jaksa Meyer Simanjuntak saat membacakan replik dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 8 Juli.

"Drama pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa dengan bahasa yang puitis dan wajah yang menangis, tidaklah menghapus pidana yang didakwakan penuntut umum," ujar Meyer.

Pembelaan yang puitis itu pun disebut tak akan membuat hilangnya fakta persidangan soal perbuatan korupsi yang dilakukan SYL saat menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan).

"Tidaklah membuat kita semua jadi lupa akan fakta persidangan yang terang benderang berisi perbuatan perbuatan koruptif yang begitu merajalela yang dilakukan oleh terdakwa pada sata menjabat sebagai menteri pertanian," ucapnya.

Dengan dasar itu, jaksa menilai tuntutan 12 tahun penjara yang diberikan kepada SYL dianggap telah adil. Sebab, banyak pertimbangan meringankan di baliknya.

Hanya saja, SYL dan kuasa hukumnya tak menyadari hal itu. Justru, mereka merasa tak bersalah dan meminta dibebaskan dengan dalih semua yang dilakukannya semata untuk kepentingan dinas.

"Tuntutan 12 tahun penjara, rasanya sudah adil dengan harapan dapat diterima oleh terdakwa dan terdakwa dapat bertaubat serta memperbaiki diri setelahnya," kata Meyer.

Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi, Syahrul Yasin Limpo dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Ia juga diminta membayar uang pengganti sekitar Rp44 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

Tuntutan itu diberikan karena jaksa menyakini SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.