Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL menangis ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi. Khususnya saat membahas soal kondisinya yang dizalimi di kasus dugaan pemerasan dan pemerimaan graatifikasi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan).

Suara SYL bergetar saat menegaskan tak pernah memeras anak buahnya di Kementan. Bahkan, dikatakan, jika memang ada niatan hal itu bisa dilakukannya sejak lama atau ketika menjabat sebagai pejabat daerah.

"Mengapa ketika saya menjabat sebagai Menteri terhadap saya disangkakan dan didakwakan melakukan korupsi? Apabila saya memang berniat melakukan itu saya pasti sudah melakukannya sejak dari dulu menjabat di daerah," ujar SYL dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 5 Juli.

"Dan apabila hal tersebut terjadi dengan rentang waktu karir saya sebagai birokrat yang panjang saya pasti akan sudah menjadi salah seorang yang sangat punya kekayaan," sambungnya.

Usai menyampaikan hal itu, SYL sempat menghela nafas dan terdiam sejenak. Kemudian, menyatakan pejabat negara yang miskin.

Hal itu dibuktikan dengan kondisi rumahnya di Makassar. Rumah miliknya itu disebut masih kebanjiran bila hujan deras.

"Rumah saya kalau banjir, masih kebanjiran bapak yang di Makassar, itu saya tinggal di BTN," ungkap SYL.

"Saya nggak biasa disogok-sogok orang, tunjukkan memang saya pernah?" sambungnya.

SYL dituntut dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Eks Mentan itu juga dibebankan untuk membayar uang pengganti sekitar Rp44 miliar dan 30 ribu dollar Amerika Serikat (AS).

Tuntutan itu diberikan karena jaksa menyakini SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.