Bagikan:

MATARAM - Pondok Pesantren Al-Aziziyah mendukung proses hukum kasus dugaan penganiayaan Nurul Izzati yang berjalan di kepolisian sehingga dapat mengungkap penyebab meninggalnya santriwati asal Ende, Nusa Tenggara Timur, itu usai menjalani perawatan medis di RSUD dr. Raden Soedjono, Sabtu (29/6).

"Pondok sangat mendukung penuh penyidikan ini supaya bisa terungkap apa penyebab meninggalnya santriwati Nurul Izzati," ujar Herman Sorenggana, kuasa hukum Ponpes Al-Aziziyah dilansir ANTARA, Kamis, 4 Juli.

Bentuk dukungan lain, Herman memastikan pihak Ponpes Al-Aziziyah akan memberikan segala kebutuhan kepolisian, baik bukti maupun keterangan dalam proses penyidikan.

"Kami sudah sampaikan secara lisan kepada penyidik, apa pun yang dibutuhkan dari pondok kami siap dukung dan hadirkan," katanya.

Mengenai kamera pengawas (CCTV) yang merekam aktivitas Nurul Izzati keluar dari ponpes untuk pergi berobat ke rumah sakit di Kabupaten Lombok Timur pada Jumat (14/6), Herman memastikan hal tersebut masih tersimpan.

"Jika rekaman CCTV itu dibutuhkan, kami akan berikan," ucap dia.

Begitu juga dengan seluruh rekaman CCTV yang ada di kawasan ponpes, Herman menegaskan bahwa pihaknya siap memberikan ke pihak kepolisian apabila itu menjadi kebutuhan dalam pengungkapan kasus.

Herman mengaku sudah melihat langsung rekaman CCTV yang menunjukkan aktivitas almarhumah keluar dari ponpes pada Jumat (14/6) tersebut.

"Itu kepulangan almarhumah pada 14 Juni sore itu terlihat dijemput oleh perwakilan keluarganya, dijemput dibawa ke Lombok Timur. Beberapa hari kemudian pondok dapat kabar almarhumah masuk rumah sakit," ujarnya.

Dalam rekaman CCTV tersebut, terlihat Nurul Izzati yang terakhir duduk di bangku kelas VII Madrasah Tsanawiyah Ponpes Al-Aziziyah itu menenteng tas berjalan menuju kendaraan jemputan.

"Tidak dibopong, tidak dipapah, jalan sendiri, keluar gerbang dan penjemputnya terlihat menghampiri ambil barang dan masuk mobil. Itu terekam sampai almarhumah buka pintu mobil," kata Herman.

Untuk rekaman CCTV lainnya, dia mengaku belum melihat. Dia berharap kepolisian yang langsung turun untuk melihat dan menganalisa rekaman CCTV secara keseluruhan.

"Saya belum lihat CCTV lain, baiknya nanti cek langsung bersama penyidik PPA (perlindungan perempuan dan anak), karena kami tidak ahli dalam hal cek mengecek itu," ucap dia.

Herman mengatakan hingga kini pihak ponpes belum mendapatkan bukti adanya perbuatan kekerasan terhadap almarhumah.

"Jadi, sejauh ini tidak pernah ada terdengar, tidak pernah ada yang cerita, tidak ada yang pernah melihat adanya tindakan kekerasan terhadap almarhumah," katanya.

Apabila ada pelanggaran yang terjadi di ponpes, Herman memastikan pihak ponpes menerapkan sanksi yang mendidik para santri.

"Kalau ada pelanggaran di pondok, sanksi yang diterapkan itu ada, tetapi nonfisik, misalnya seperti disuruh mengaji, membersihkan toilet atau halaman, mengepel kamar, itu jenis sanksi yang diberikan, (sanksi) fisik tidak ada," ujar Herman.

Nurul Izzati meninggal pada usia 13 tahun usai menjalani perawatan medis secara intensif selama 16 hari di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Raden Soedjono, Kabupaten Lombok Timur pada Sabtu (29/6).

Selama akhirnya meninggal di RSUD dr. Raden Soedjono, Nurul Izzati sempat singgah menjalani perawatan medis di Klinik dr. Candra Lombok Timur dan Puskesmas Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur.

Perihal penyebab kematian santriwati asal Ende, Nusa Tenggara Timur, itu menjadi salah satu tujuan kepolisian dalam penanganan kasus yang berasal dari laporan orang tua Nurul Izzati.