JAKARTA - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan, pembangunan ekonomi Afghanistan harus melibatkan perempuan, saat menghadiri pertemuan mengenai Afghanistan yang dihadiri oleh Taliban pada Hari Senin.
Pertemuan ke-3 Para Utusan Khusus untuk Afghanistan atau the 3rd Meeting of Special Envoys on Afghanistan atau Doha III digelar di Doha, Qatar. Ini dituanrumahi oleh Sekjen PBB dan dipimpin oleh Under-Secretary General for Political and Peacebuilding Affairs PBB Rosemary DiCarlo ini dihadiri oleh 25 negara dan perwakilan organisasi internasional, antara lain Amerika Serikat, Rusia, Turki, Inggris, China, Jerman, Arab Saudi, Indonesia PBB, Uni Eropa, OKI, ADB, serta de facto atau de facto authority (DFA) di Afghanistan, yaitu Taliban.
"Perlu saya tekankan, partisipasi DFA pada Doha III sama sekali tidak terkait dengan isu pengakuan terhadap DFA dari Komunitas Internasional, melainkan merupakan sebuah upaya agar dialog inklusif dengan semua stakeholders di Afghanistan termasuk dengan DFA dapat dilakukan, termasuk dialog terkait hak-hak perempuan dalam konteks pendidikan dan pekerjaan," jelas Menlu Retno, dikutip dari keterangan Kementerian Luar Negeri RI, Selasa 2 Juli.
Pertemuan Doha III ini membahas dua topik utama, yaitu Enabling the Private Sector di sesi I, serta Counter Narcotics: Sustaining Progress Made pada sesi II.
Salah satu hal yang disampaikan oleh Menlu Retno dalam sesi pertama adalah, kesiapan Indonesia untuk menyambungkan kontak antara para enterpreneurs perempuan Indonesia dengan Afghanistan.
"Ekonomi berarti rakyat, sehingga inclusive economy yang melibatkan perempuan harus menjadi bagian dalam membangun ekonomi Afghanistan," kata Menlu Retno, yang kemudian mengusulkan pembentukan Working Group yang khusus membahas kerja sama ekonomi dengan lebih konkret dan melibatkan stakeholders terkait guna memberikan kontribusi bagi kerja sama ekonomi.
Di sesi kedua, Menlu Retno mengingatkan pentingnya menyediakan sumber daya altenatif bagi kehidupan masyarakat Afghanistan, sebagai bagian dari kebijakan pelarangan menanam opium di Afghanistan yang mampu menurunkan 95 persen cultivation of opium di negara itu, tapi menimbulkan tantangan untuk menyiapkan mata pencaharian alternatif bagi petani opium.
"Indonesia berkomitmen untuk menyiapkan alternative livelihood untuk 2000 households di Distrik Chaparhar di Provinsi Nangarhar, melalui dukungan untuk agronomic practices yang berdampak bagi lebih dari 14.000 rakyat Afghanistan," jelas Menlu Retno.
"Indonesia juga mendorong negara-negara yang memiliki kesamaan karakter tanah dan cuaca, untuk dapat membantu rakyat Afghanistan dalam identifikasi tanaman yang cocok untuk dikembangkan," sambungnya.
Di sela-sela pertemuan, Menlu Retno menggelar pertemuan bilateral dengan sejumlah perwakilan negara sahabat, seperti Perdana Menteri Qatar merangkap Menlu, yaitu Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani; Under Secretary General of UN Rosemary Di Carlo; Kepala UNAMA Roza Otunbayeva; Utusan Khusus PM Inggris untuk Afghanistan Andrew Mccoubrey, hingga Ketua Delegasi De Facto Authority Afghanistan Zabihullah Mujahid.
BACA JUGA:
"Di dalam setiap pertemuan bilateral, saya kembali tekankan komitmen Indonesia untuk membantu rakyat Afghanistan keluar dari krisis multidimensi. Indonesia akan terus memperjuangkan hak dan akses pendidikan serta pekerjaan bagi perempuan di Afghanistan. Dan isu ini akan terus dibawa oleh Indonesia," jelas Menlu Retno.
"Khusus pertemuan saya dengan PM Qatar, saya secara khusus membahas perkembangan situasi di Gaza, dan upaya perdamaian yang dapat didorong. Indonesia dan Qatar berkomitmen terus bantu perjuangan bangsa Palestina," tambahnya.