Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat tidak ingin melihat eskalasi meluas di Timur Tengah, saat ketegangan Hizbullah dengan Israel meningkat di selatan Lebanon, dengan Presiden Joe Biden mengirimkan utusan khususnya ke wilayah tersebut.

Seorang juru bicara Pentagon mengatakan Amerika Serikat tidak ingin melihat perang regional yang lebih luas di Timur Tengah.

Amos Hochstein dikirim ke Lebanon untuk mencoba meredakan ketegangan, menyusul peningkatan tembakan lintas batas di sepanjang perbatasan selatan negara itu yang dilakukan Hizbullah maupun Israel.

Hochstein, utusan khusus Presiden Biden mengatakan, ia dikirim ke Lebanon segera setelah perjalanan singkat ke Israel karena situasinya "serius".

"Kami telah melihat eskalasi selama beberapa minggu terakhir. Dan yang ingin dilakukan Presiden Biden adalah menghindari eskalasi lebih lanjut ke perang yang lebih besar," kata Hochstein pada Hari Selasa, melansir Reuters 19 Juni.

Ia telah bertemu dengan Kepala tentara Lebanon pada Hari Selasa dan berbicara kepada wartawan setelah pertemuan dengan juru bicara parlemen Nabih Berri, yang memimpin gerakan bersenjata Amal, yang bersekutu dengan Hizbullah dan juga telah menembakkan roket ke Israel.

Di Lebanon, Hochstein juga bertemu dengan perdana menteri sementara Najib Mikati, yang mengatakan kepadanya "Lebanon tidak menginginkan eskalasi", menurut komentar yang dikeluarkan oleh kantor Mikati.

Hizbullah diketahui telah melakukan saling tembak dengan Israel selama delapan bulan terakhir bersamaan dengan perang Gaza.

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz mengatakan dalam cuitan di X, menyusul ancaman Hassan Nasrallah, kepala kelompok Hizbullah untuk merusak pelabuhan Haifa, "kita semakin dekat dengan momen untuk memutuskan mengubah aturan main melawan Hizbullah dan Lebanon".

"Dalam perang habis-habisan, Hizbullah akan dihancurkan dan Lebanon akan kalah telak," cuitnya.

Hizbullah menerbitkan video berdurasi 9 menit 31 detik yang menurutnya merupakan rekaman yang dikumpulkan dari pesawat pengintainya di berbagai lokasi di Israel, termasuk pelabuhan laut dan udara kota Haifa. Haifa berjarak 27 km (17 mil) dari perbatasan Lebanon.

Militer Israel kemudian mengatakan "rencana operasional untuk serangan di Lebanon telah disetujui dan divalidasi, dan keputusan diambil untuk melanjutkan peningkatan kesiapan pasukan di lapangan".

Israel, kata Katz, akan membayar harga yang mahal tetapi negara itu bersatu dan harus memulihkan keamanan bagi penduduk di utara.

Sementara, Hizbullah mengatakan tidak akan menghentikan serangannya kecuali ada gencatan senjata di Jalur Gaza.