Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menyoroti 100 ribuan warga Indonesia yang ogah pulang ke Indonesia setelah menunaikan ibadah umrah, karena diduga hendak menunaikan ibadah haji secara ilegal. Menurut politikus PDI Perjuangan itu, kejadian tersebut tidak akan terjadi bila Pemerintah bisa mengambil kebijakan tegas tentang masa tinggal mereka di Tanah Suci.

“Harusnya pada saat penerbitan visa dibatasi aja masa berlakunya sampai dengan sebelum musim haji. Menurut saya itu lebih fair,” kata Diah kepada host Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 12 Juni 2024.

Diah menyatakan haji merupakan ibadah yang diidam-idamkan warga Indonesia. Oleh karenanya, banyak dari mereka yang berusaha memanfaatkan rentang waktu visa umrah yang masih panjang untuk menunaikan ibadah haji. Namun di sisi lain, Arab Saudi sebagai penyelenggara ibadah haji, juga membuat kebijakan melarang orang yang tidak mengantongi visa haji masuk ke Tanah Suci.

“Jangan sampai mereka dideportasi karena ini yang merugikan warga. Kita juga nggak enak melihat fenomena deportasi ini. Kesannya warga kita maksa haji padahal masa berlaku visa mereka masih ada. Kecuali kalau mereka tidak punya visa, itu salah.”

Ia pun berharap Pemerintah segera mengambil tindakan atas 100 ribuan warga Indonesia yang masih bertahan di Mekah tersebut. Ia menilai tidak terlambat karena hubungan diplomatik Indonesia dengan Arab Saudi sangat baik. “Kita masih bisa melakukan langkah-langkah diplomatik untuk keselamatan jemaah kita,” ucapnya.

Polemik Cuti Melahirkan 6 Bulan di UU KIA

Sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah juga memberi sumbangsih besar dalam pengesahan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan atau kerap disingkat UU KIA. Salah satu pasal yang menjadi sorotan dalam beleid tersebut adalah ibu yang berstatus pekerja bisa cuti melahirkan sampai 6 bulan.

Menurut Diah Pitaloka, pasal tersebut sempat menjadi perdebatan karena sebagian perusahaan belum sanggup menerapkan kebijakan tersebut. Namun akhirnya diputuskan, ibu yang berstatus pekerja wajib dapat cuti selama tiga bulan. Kemudian tiga bulan berikutnya bisa cuti dengan syarat kondisi khusus.

“Kondisi khusus ini artinya kalau sang ibu mengalami kendala persalinan maupun kondisi anak yang bermasalah. itu ada ruang untuk cuti lagi selama tiga bulan berdasarkan kebijakan dan kesepakatan dengan perusahaan dan juga landasan medis. Nah, itu menurut saya udah pendekatan yang sangat bijaksana,” ucapnya.

Diah Pitaloka juga menyatakan perhitungan gaji kepada ibu pekerja yang bisa mendapat cuti melahirkan selama enam bulan juga sudah menemui titik temu dengan perusahaan. Yakni gaji 100 persen selama cuti wajib tiga bulan. Kemudian gaji 100 persen pada bulan pertama cuti khusus, serta 75 persen pada bulan kedua dan ketiga cuti khusus. “Kalau perusahaan, kan, bicara hitung-hitungan. Take home pay perempuan lebih kecil daripada laki-laki. Itu karena dari 10 ribu pekerja, jumlah perempuannya hanya sekitar 100 saja. Masak, 100 pekerja hamil bareng?”

Saksikan selengkapnya di Youtube EdShareOn Eddy Wijaya. (ADV)