Bagikan:

JAKARTA - Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL merasa keterangan para saksi memframing dirinya bisa sesuka hati mengganti pejabat eselon I di Kementan. 

Padahal, proses penggantian eselon I di kementerian mesti melewati Tim Penilaian Akhir (TPA) presiden.

"Selalu saja diframing seakan-akan Syahrul bisa mengganti seank-enaknya saja sebagai Menteri Eselon I. Padahal eselon I tak mudah diganti. Harus melalui TPA presiden," ujar SYL dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 3 Juni.

Bahkan, SYL sempat mengonfirmasi perihal tersebut kepada Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi.

"Prof Dedi tahu itu?" tanya SYL.

"Tahu," jawab Dedi mengamini.

Selama proses persidangan, beberapa saksi yang merupakan eselon I kerap menyimpulkan bila Syahrul Yasin Limpo akan mencopot mereka dari jabatannya bila tak menyetorkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhannya.

Dalam perkara ini, SYL didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023.

Perbuatan ini dilakukannya bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Uang ini digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Selain itu, ia turut didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.