SYL Ajukan Penangguhan Penahanan: Paru-Paru Tinggal Separuh
Syahrul Yasin Limpo/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengajukan penangguhan penahanan kepada majelis hakim. Alasannya karena kondisi kesehatannya.

Permohonan itu disampaikan pengacara SYL usai jaksa rampung membacakan dakwaan. Dijelaskan,  SYL memerlukan udara terbuka karena paru-parunya hanya tersisa separuh.

"Untuk menyampaikan permohonan penangguhan penahanan adapun alasan permohonan penangguhan penahanan ini antara lain yang pertama, Pak Syahrul ini beliau sudah berumur 69 tahun dan paru-parunya itu sudah diambil separuh dan beliau butuh udara terbuka," ujar pengacara SYL dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 28 Februari.

Namun, tak disampaikan lebih jauh apa yang menyebabkan kondisi SYL seperti itu. Hanya ditegaskan pemeriksaan medis harus dilakukan di rumah sakit setiap pekan

"Selama ini beliau sakit dan setiap minggu itu mesti harus cek up di RSPAD Gatot Subroto Jakarta," sebutnya

Merespons permohonan itu, Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh mempersilakan penasihat hukum SYL untuk mengajukan permohonan tersebut. Majelis hakim disebut akan mempertimbangkannya terlebih dulu.

"Silahan permohonan saudara disampaikan, kami akan pelajari dan akan kami musyawarahkan," kata Hakim Pontoh.

 

Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan dengan cara menarik iuran kepada para pejabat eselon satu di Kementerian Pertanian sejak 2020 hingga 2023. Totalnya mencapai Rp44,5 miliar.

Penarikan iuran itu tak langsung dilakukan SYL kepada para pejabat eselon Kementan. Melainkan, melalui orang-orang kepercayaannya.

Mereka yakni, Imam Mujahidin Fahmid selaku Staf Khusus Menteri Pertanian, Kasdi Subagyono yang merupakan Direktur Jenderal Perkebunan periode 2020, Muhammad Hatta yang saat itu menjabat Direktur Alat dan Mesin Pertanian, dan Panji Harjanto selaku ajudan SYL.

Perintah untuk menarik iuran disampaikan SYL kepada orang-orang kepercayaannya itu ketika berada di ruangannya sekitar awal 2020.

"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekertariat, direktorat, dan badan di Kementerian Pertanian yang harus diberikan kepada terdakwa," sebut jaksa.

Bahkan, Syahrul Yasin Limpo disebut sempat mengancam jajarannya. Apabila ada yang tidak menyetorkan uang atau menuruti permintaannya itu bakal kehilangan jabatan.

"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawah terdakwa apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di nonjobkan oleh terdakwa," sebutnya.

"Serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," sambung jaksa.

Tak hanya itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga mendakwa SYL dengan dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp40,6 miliar.

Nilai penerimaan gratifikasi itu merupakan uang yang telah digunakan SYL untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.

Uang itu bersumber dari hasil penarikan iuran secara paksa kepada para pejabat eselon satu di Kementerian Pertanian sebesar Rp44,5 miliar.

Syahrul Yasin Limpo menggunakan uang iuran itu untuk keperluan istri dan keluarga, kado undangan, charter pesawat, bantuan bencana alam atau sembako, pergi ke luar negeri, umroh, hingga berkurban.

"Penerimaan uang, barang, dan pembayaran kebutuhan pribadi terdakwa dan keluarga tersebut tidak pernah dilaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sejak diterima," sebutnya.

Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.