Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum)  Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi (KLHK) melimpahkan tersangka IL (49) dan ED (43) beserta barang bukti kasus perusakan Cagar Alam (CA) Faruhumpenai kepada pihak jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur.

"Kasus ini bermula dari laporan Balai Besar (BB) KSDA Sulawesi Selatan sebagai pemangku kawasan CA Faruhumpenai terkait dengan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit," kata Kepala Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan (Sulsel) Jusman di Makassar, Senin 3 Juni, disitat Antara.  

Menindaklanjuti laporan, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi melakukan operasi gabungan dan berhasil mengamankan satu unit ekskavator dan satu unit chainsaw, serta menetapkan IL dan ED selaku  penanggung jawab lapangan sebagai tersangka.

Setelah pengembangan dan pemeriksaan terhadap kedua tersangka dan para saksi, penyidik Balai Gakkum KLHK menetapkan kembali pemodal dan penyewa alat berat untuk membuka lahan perkebunan sawit berinisial FS (45) serta pemilik lahan perkebunan sawit dalam kawasan hutan berinisial IW dan RB sebagai tersangka.

Saat ini berkas perkara atas nama tersangka FS (45) sudah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan untuk keperluan penelitian oleh jaksa. Selanjutnya tersangka FS (45) saat ini dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Sulawesi Selatan.

Sementara itu, dua tersangka berinisial IW dan RB sebagai pemilik lahan perkebunan sawit dalam kawasan hutan yang saat ini berstatus sebagai daftar pencarian orang (DPO) karena kedua tersangka telah mangkir dan mengindahkan panggilan penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.

Penyidik Balai Gakkum KLHK menjerat pelaku atas perbuatan melanggar Pasal 78 ayat (3) juncto Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada Pasal 36 angka 17 dan angka 19 UU No. 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU, dan/atau Pasal 40 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp7,5 miliar.

Sebelumnya, tersangka IL dan ED sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Malili terkait dengan penyidikan yang menjeratnya pada Rabu 24 April.

Hakim tunggal Ardy Dwi Cahyono dalam sidang putusan di PN Malili mengatakan bahwa penyidikan oleh penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi selaku termohon hingga menetapkan IL dan ED sebagai tersangka sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Malili Nomor 1/Pid.Pra/2024/PN MII yang dibacakan oleh hakim Ardy Dwi Cahyono dibantu oleh Hamik Sitti Kalsum menyatakan bahwa mengadili dalam eksepsi, menyatakan eksepsi pemohon tidak dapat diterima. Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya.

Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Aswin Bangun mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi pihak Polda Sulawesi Selatan, kejaksaan, TNI, dan BBKSDA Sulawesi Selatan serta seluruh masyarakat yang turut membantu dalam penanganan kasus ini.

Saat ini berkas tersangka IL dan ED telah pihaknya limpahkan kepada pihak JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di meja hijau.

"Kami berharap hukuman itu dapat memberikan efek jera kepada para pelaku," ujarnya.

Aswin mengatakan, pihaknya akan terus mengembangkan kemungkinan adanya keterlibatan pelaku lain, pemodal, dan aktor intelektual yang turut serta dalam perusakan CA Faruhumpenai untuk perkebunan kelapa sawit.

Hasil sementara dari pengembangan kasus ini, pihaknya telah menetapkan tiga tersangka baru sehingga sudah ada lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dua di antaranya masih buron.