Bagikan:

NTB - Eks Wali Kota (Walkot) Bima, Muhammad Lutfi divonis hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti. 

Terdakwa korupsi pengadaan barang dan jasa Pemerintah Kota (Pemkot) Bima itu mengaku pikir-pikir menyikapi vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

"Untuk upaya hukum lanjutan, saya akan diskusikan lagi dengan pengacara saya terkait dengan langkah-langkah hukum seperti apa yang akan kami lakukan nanti," kata Lutfi usai mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor pada PN Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin 3 Juni, disitat Antara. 

Sidang ini dipimpin Ketua Majelis Hakim PN Mataram Putu Gde Hariadi beranggotakan hakim karier Agung Prasetyo dan hakim ad hoc tipikor Djoko Soepriyono.

Hakim menyatakan terdakwa Muhammad Lutfi saat menjabat Walkot Bima periode 2018—2023 terbukti melakukan pemufakatan jahat, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan.

Hakim menerangkan Muhammad Lutfi melakukan hal tersebut bersama-sama dengan sang istri,  Eliya, Muhammad Makdis, Muhammad Amin, Iskandar Zulkarnain, Agus Salim, dan Fahad.

Hakim menyebut para terdakwa bersama saksi-saksi telah bersepakat untuk melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses terhadap pekerjaan pengadaan langsung maupun melalui lelang/tender pekerjaan di dinas-dinas Pemkot Bima pada tahun anggaran 2018 sampai dengan 2022.

Dengan uraian pertimbangan tersebut, hakim menjatuhkan pidana dengan menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan kesatu penuntut umum.

Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 12 huruf i juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dengan menyampaikan terbukti melanggar dakwaan kesatu penuntut umum, hakim menyatakan perbuatan terdakwa dalam perkara ini tidak terbukti melanggar dakwaan kedua penuntut umum.

Dakwaan tersebut menguraikan tentang Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua penuntut umum ini berkaitan dengan perbuatan terdakwa yang turut serta dan/atau menerima gratifikasi dalam jabatan Muhammad Lutfi sebagai Walkot Bima sejumlah Rp1,95 miliar.

Lutfi pun menyampaikan rasa hormat kepada hakim yang telah menyatakan dirinya tidak terbukti menerima gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa dalam jabatan sebagai Walkot Bima.

"Menurut jaksa awalnya saya menerima gratifikasi Rp8,6 miliar, kemudian dalam tuntutan jadi Rp1,92 miliar, tetapi hakim malah menyatakan saya tidak pernah terima gratifikasi karena memang tidak ada satu pun bukti yang menyatakan saya melakukan itu (gratifikasi)," ujarnya.