Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia calon kepala daerah berujung pasti berujung nepotisme.

Awalnya, Hasto menyebut putusan MA itu jauh dari upaya mendorong anak muda menjadi pemimpin. Sebab, aturan itu harusnya sekalian saja memperbolehkan anak muda berusia 25 tahun maju sebagai calon kepala daerah.

“Kalau (alasannya, red) kepemimpinan anak muda, kenapa tidak 25 tahun sekalian (kalau itu, red) berdasarkan fakta empiris di negara demokrasi yang sudah maju,” kata Hasto kepada wartawan di kawasan Depok, Senin, 3 Juni.

Hasto pun menyinggung adanya kepentingan dari putusan MA tersebut. Bahkan, bukan tak mungkin terjadi praktik nepotisme.

“Ini kan menunjukkan suatu kepentingan sehingga yang diubah adalah 30 tahun pada saat nanti dilantik. Ini merupakan suatu penyalahgunaan kewenangan kekuasaan dengan menggunakan hukum,” tegasnya.

“Dan ujung-ujungnya tetap nepotisme ini yang harus dikoreksi dan kampus paham kebenaran dalam melakukan suatu koreksi terhadap penyimpangan kekuasaan itu,” sambung Hasto.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materiil dari Partai Garuda terkait aturan batas minimal usia calon kepala daerah. Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim MA pada Rabu, 29 Mei 2024.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," bunyi putusan yang dilansir dari laman resmi MA di Jakarta, Kamis.

Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

MA juga menyatakan bahwa pasal dalam PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai “…berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih”.