Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Seira Tamara menyebut putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah syarat usia calon kepala daerah yakni Calon Gubernur dan Wakil Gubernur menjadi 30 tahun sebelum dilantik, memperluas tentakel dinasti kekuasaan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Seira mempertanyakan perubahan syarat pencalonan yang dilakukan saat tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 sudah mulai berjalan.

Menurut Seira, putusan MA yang menyatakan usia paling rendah 30 tahun untuk cagub dan cawagub terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih hanya menguntungkan Kaesang Pangarep jika benar-benar maju di Pilkada Serentak 2024 pada November mendatang.

Padahal, lanjutnya, dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 tahun 2020 soal syarat pencalonan kepala daerah menyatakan berusia paling rendah 30 tahun untuk cagub dan cawagub terhitung sejak penetapan pasangan calon.

Sementara, Kaesang baru akan genap berusia 30 tahun pada Desember 2024 ini. Artinya saat pelaksanaan Pilkada Kaesang seharusnya belum boleh mendaftar. Namun berdasarkan putusan MA, jika terpilih Kaesang sudah berusia 30 tahun pada saat pelantikan di Januari 2025.

"Perubahan aturan tersebut diterapkan pada periode Pilkada sekarang, sehingga dapat langsung menguntungkan pihak tertentu. Dalam hal ini diduga adalah anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang akan berusia genap 30 (tiga puluh) tahun pada Desember 2024," ujar Seira dalam keterangannya, Sabtu, 1 Mei.

Seira menilai, putusan MA ini sama seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.

"Putusan ini juga sama-sama memberikan karpet merah untuk semakin meluasnya tentakel dinasti Presiden Jokowi melalui kandidasi Kaesang Pangarep selaku kepala daerah di akhir masa jabatannya sebagai kepala negara," katanya.

Seira mengingatkan, ketentuan syarat usia minimum merupakan bagian dari persyaratan administratif yang harus dipenuhi pada masa pendaftaran sebelum pemilihan berlangsung.

"Dengan demikian, menjadikan ketentuan mengenai syarat usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak masa pelantikan calon terpilih adalah hal yang tidak berdasar dan mengada-ada," jelas Seira.

Seira juga mempersoalkan durasi MA hanya memerlukan waktu tiga hari untuk mengubah aturan batas minimal usia kepala daerah sejak diproses tanggal 27 Mei dan diputus pada tanggal 29 Mei 2024. Dia menilai, hal tersebut berdampak pada pertimbangan hukum yang sangat tidak memadai karena ketiadaan deliberasi yang matang antarpara hakim.

"Artinya, dapat dikatakan bahwa perkara ini hanya diputus dalam kurun waktu tiga hari. Besar kemungkinan terdapat politisasi yudisial di balik perkara ini," pungkasnya.