Bagikan:

JAKARTA - Pengacara senior Todung Mulya Lubis blak-blakan tentang wacana “koalisi gemuk” dalam pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurut Deputi Bidang Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganja Pranowo-Mahfud MD ini, koalisi gemuk akan melemahkan gerakan oposisi terhadap pemerintahan.

“Banyak yang alergi terhadap istilah oposisi. Karena konon di Indonesia tidak kenal oposisi. Namun harus diingat tidak ada demokrasi tanpa oposisi,” kata Todung Mulya Lubis dalam ngobrol bareng dengan host Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang Rabu 29 Mei 2024.

Menurut Todung, pemerintahan akan lebih gampang melakukan apa saja yang diinginkan bila tak ada pihak yang beroposisi. Misalnya dalam menentukan kebijakan maupun perundang-undangan yang mengatur nasib rakyat banyak. Sehingga akan menyulitkan bangsa ke depan. “Tidak akan ada check and balance,” ucapnya.

“Jadi demokrasi yang fungsional memerlukan oposisi karena membutuhkan kekuatan keseimbangan.”

Todung juga menyinggung desakan banyak pihak agar PDI Perjuangan beroposisi. Menurut Todung, PDI Perjuangan memang partai besar yang memenangi pemilu sebanyak tiga kali berturut-turut. Namun tidak akan cukup bila hanya partai besutan Megawati Soekarnoputri itu saja yang beroposisi. “Karena tanpa dukungan lebih banyak suara, oposisi tidak akan efektif,” ujarnya.

MK Jangan jadi Mahkamah Kalkulator

Dalam ngobrol bareng Eddy Wijaya di podcast EdShareOn, Todung juga menyinggung kekecewaannya terhadap hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyidangkan sengketa Pilpres 2024. Menurut Todung, MK tidak menimbang kondisi dalam proses pemilihan baik sebelum, sedang, dan setelah Pemilu. Sebab di sana terdapat banyak dugaan intimidasi, tekanan, kriminalisasi, serta bantuan sosial yang menguntungkan salah satu paslon.

“MK itu tidak boleh hanya menjadi ‘mahkamah kalkulator’ yang hanya melihat angka. Karena kalau kita lihat keputusannya itu seolah-olah MK itu hanya melihat angka. Kalau dilembagakan seperti itu tidak perlu sengketa Pilpres di sidang di MK. Cukup auditor aja yang hitung angkanya,” ujar Todung.

Ia juga membantah pernyataan OC Kaligis, pengacara Prabowo-Gibran, dalam obrolan dengan Eddy Wijaya di EdShareOn sebelumnya, yang menyebut gugatan pemohon satu (paslon 01) dan pemohon dua (paslon 03) amburadul. Todung bilang, gugatannya telah dibuat sangat komprehensif dibanding gugatan Pilpres pada periode-periode sebelumnya.

“Saya tidak tahu apakah dia membacanya atau tidak. Tapi kalau dibaca, saya yakin betul permohonan PHPU tahun 2024 ini merupakan permohonan yang sangat komprehensif,” ucap Todung.

Kendati demikian, Todung tidak sepakat dengan pelemahan MK dalam revisi Undang-Undang MK yang tengah digodok oleh DPR. Menurut Todung Mulya Lubis, hakim MK adalah penjaga konstitusi yang harus tetap dipertahankan independensinya. “Misalnya aturan mengevaluasi hakim itu tidak tepat untuk hakim MK,” ujarnya. Saksikan selengkapnya di Youtube EdShareOn Eddy Wijaya! (ADV)