Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menyidangkan kasus pencucian uang Hakim Agung Gazalba Saleh keliru menafsirkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

Hal ini disampaikan Peneliti ICW Diky Anandya menanggapi Gazalba Saleh yang bebas dari dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU pada hari ini, Senin, 27 Mei. Katanya, keliru kalau Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Direktur Penuntutan dan Jaksa Penuntut KPK tak berwenang melakukan penuntutan.

“Kami memandang pertimbangan hakim tersebut keliru karena tidak didasarkan pada pertimbangan hukum yang matang,” kata Diky kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Selasa, 28 Mei.

Diky minta Komisi Yudisial (KY) turun tangan memelototi putusan hakim ini. Jangan sampai Gazalba justru diuntungkan sehingga perbuatannya tak bisa dipertanggungjawabkan.

Selain itu, KPK diminta melawan putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. “Dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi,” tegasnya.

Sebab, putusan keliru ini mengindikasikan dua hal. Pertama adalah tak ada kewajiban bagi jaksa pada komisi antirasuah mendapatkan surat pendelegasian dari Jaksa Agung untuk menjalankan penuntutan.

“Karena Pasal 6 huruf e Nomor 19 Tahun 2019 menyebut Pimpinan KPK lah yang menjadi penanggungjawab tertinggi untuk melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi, termasuk penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi,” ujar Diky.

Selain itu, hakim harusnya ingat fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang dilakukan KPK dijalankan secara otonom. “Mereka juga dibentuk dengan konsep satu atap,” jelasnya.

“Maka dari itu, penegakan hukum termasuk di dalamnya kerja-kerja penuntut umum tidak memerlukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung,” sambung Diky.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta memerintahkan KPK untuk membebaskan Hakim Agung Gazalba Saleh dalam persidangan yang digelar pada hari ini, Senin, 27 Mei. Perintah ini muncul setelah eksepsi yang diajukan dikabulkan.

“Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Gazalba Saleh,” kata Majelis Hakim Fahzal Hendri.

Eksepsi ini dikabulkan karena hakim menilai jaksa pada KPK belum menerima penunjukkan dari Jaksa Agung. Sehingga, surat dakwaan yang disampaikan tak dapat diterima.

Gazalba diketahui juga dibebaskan dari jeratan penerimaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) senilai 110 ribu dolar Singapura. Ketika itu dakwaan terhadapnya diputus tak terbukti oleh Pengadilan Tipikor Bandung.