Bagikan:

JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengkritisi wacana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mengkaji Amandemen UUD 1945. Rencananya MPR ingin kembali menghidupkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Belakangan MPR rajin kembali untuk membuat kajian-kajian perubahan UUD. Walaupun ya seperti yang saya bilang dulu, dulu pura-pura dengan amandemen GBHN tapi diujungnya itu adalah perubahan masa jabatan (presiden)," tuturnya dalam diskusi virtual, Kamis, 11 Maret.

Seperti diketahui, isu mengenai wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode kembali menguap ke publik. Wacana yang pernah mengemuka beberapa bulan lalu ini ramai diperbincangkan, termasuk oleh berbagai tokoh.

Zainal menilai, bahwa pengambilalihan Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk memuluskan rencana tiga periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Saya lihat pengambilalihan Demokrat bisa jadi untuk memuluskan itu (masa jabatan presiden 3 periode) karena dengan pengambil alihan itu, dia perlu menguasai seluruh kekuatan partai kan," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat FH UGM) itu.

Lebih lanjut, Zainal mengaku khawatir jika wacana untuk mengubah masa jabatan presiden benar-benar terlaksana. Sebab, kata dia, Indonesia memiliki masalah dengan sistem pemerintahan presidensial.

"Saya berangkat dari kehati-hatian karena kita punya problem dalam sistem presidensil sendiri, kita punya problem dasar yaitu problem dimana kemungkinan otoritarian sangat dipermudah. Padahal dengan dua periode saja sangat mungkin itu, karena dikaitkan dengan pola dukungan partai yang ketinggian. Kalau sekarang dibiarkan lagi menurut saya itu akan semakin kuat gejala itu," tuturnya.