JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjawab kritikan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait rencana penonaktifan NIK warga Jakarta yang telah tinggal di luar daerah.
Heru menegaskan, Pemprov DKI hanya menjalankan peraturan mengenai penertiban administrasi kependudukan. Penonaktifan NIK untuk mendorong warga mengurus kepindahan domisili ini diatur dalam Pasal 15 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dengan perubahan UU Nomor 24 Tahun 2013.
"Pemda DKI hanya melakukan penegakan aturan yang sudah ada," kata Heru ditemui di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Jumat, 17 Mei.
Heru meminta semua pihak memahami pentingnya menertibkan administrasi kependudukan. Ia menegaskan, kebijakan penonaktifan NIK tersebut bisa membantu masyarakat menyelesaikan persoalan hingga menekan angka kejahatan.
"Jika seseorang itu kecelakaan, alamatnya berbeda, tempat RT-nya sudah tidak ada RT, tempat lokasi yang di alamat itu sudah tidak ada bangunan rumah, ke mana kita mau memberitahu keluarga? dan itu terjadi. Lantas, terkait dengan administrasi perbankan," jelas Heru.
Sebelumnya, Ahok menilai penonaktifan NIK warga Jakarta yang tinggal di luar daerah akan membuat repot masyarakat yang terdampak dalam mengurus administrasi kependudukan yang terdampak. Belum lagi, dikhawatirkan akan muncul para oknum atau makelar dari pengurusan dokumen tersebut.
"Bagi saya, itu bukan suatu hal yang sangat penting. Jadi, jangan merepotkan orang, lah," kata Ahok dalam tayangan video di akun YouTube-nya, Panggil Saya BTP.
Ahok pun mengkhawatirkan nasib warga Jakarta yang tinggal di luar kota karena tuntutan pekerjaan.
"Misalnya anda ditugaskan kerja di luar kota sampai 6 bulan-setahun. Masak, anda harus kehilangan KTP anda di Jakarta? Betapa repotnya anda mesti mengurus segalah hal hanya gara-gara kamu sempat bekerja (di luar)," ungkap dia.
BACA JUGA:
Menurut Ahok, jika Jakarta digadang sebagai kota megapolitan pascaperpindahan IKN, seharusnya Pemprov tidak perlu mempersoalkan KTP manapun dan membuka ruang bagi semua masyarakat untuk datang.
"Harusnya, megapolitan ini kita terbuka (untuk) siapapun yang mencari makan di Jakarta. Asal, tidak membuat kriminalitas atau merugikan Jakarta. itu lebih penting menurut saya," imbuh Ahok.