Heru Budi Tegaskan Penonaktifan NIK di Jakarta untuk Tekan Kasus Kejahatan Perbankan
Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono/DOK FOTO: Diah Ayu-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menegaskan rencana penonaktifan nomor induk kependudukan (NIK) warga Jakarta pada kategori tertentu dilakukan untuk menekan angka kasus kriminalitas.

Salah satunya adalah kejahatan perbankan. Menurut Heru, penataan administrasi kependudukan dengan penonaktifan NIK bisa mencegah kasus-kasus tersebut.

"Supaya lebih aman dari masalah masalah kriminalitas perbankan. Banyak juga para pengusaha atau warga yang berusaha di bidang kontrakan itu mengharapkan tertib administrasi," kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 29 April.

Heru lantas meminta warga Jakarta di luar daerah untuk mengurus perpindahan administrasi dokumen kependudukannya seperti KTP dan dokumen lainnya sebelum NIK-nya dinonaktifkan oleh pemerintah.

"Kan sebenarnya untuk kepentingan masyarakat sendiri. Contoh, pernah kan kejadian ada kecelakaan, dia tinggal di Jakarta. Begitu dikonfirmasi, enggak tahu ada di mana. Kan kesulitan," ucap Heru.

Pemprov DKI memulai penonaktifan NIK dengan sasaran 92 ribu warga Jakarta dengan rincian 81.119 NIK warga yang meninggal dunia dan 11.374 NIK warga di Rukun Tetangga (RT) yang sudah tidak lagi ada.

Lalu, penonaktifan NIK warga Jakarta yang sudah tinggal di luar daerah akan dilakukan setelah penonaktifan pada dua kategori awal selesai dilakukan.

Dalam prosesnya, Pemprov DKI memetakan warga-warga yang terdampak penonaktifan NIK. Lalu, data tersebut diajukan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan penghapusan NIK tersebut.

Kemudian, dalam verifikasi dan validasi keberatan warga yang terdampak penonaktifan NIK, Pemprov DKI akan mengajukan rekomendasi kepada Kemendagri sebagai tindak lanjut penghapusan NIK.

Namun, hal ini menuai kritikan dari sejumlah anggota DPRD DKI. Salah satunya Penasihat Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Nasrullah yang menilai penonaktifan NIK bagi warga Jakarta yang tinggal di luar daerah tak memberikan rasa keadilan.

Menurut dia, tak sedikit warga asli Jakarta yang terpaksa tinggal di daerah penyangga karena mata pencahariannya tidak berada di Jakarta.

Sementara, Pemprov DKI pun tak melakukan kontrol atau pembatasan bagi warga luar daerah untuk masuk dan tinggal untuk mencari pekerjaan di Jakarta setiap tahunnya. Mereka pun akhirnya menikmati fasilitas umum yang disediakan Pemprov DKI.