Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memilih menunggu eks juru bicaranya, Febri Diansyah bersaksi di persidangan daripada mengobok-obok internalnya setelah terungkap ada kebocoran penyelidikan kasus korupsi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan jaksa akan lebih dulu mendengar kesaksian Febri, Rasamala Aritonang, dan Donal Fariz yang menjadi pengacara hukum Syahrul tentang kebocoran dokumen penyelidikan. Setelah itu mereka akan melakukan analisa.

"Itu tentu kami akan mengonfirmasi lebih dahulu nanti di depan persidangan. Setelah itu pasti kami di internal sendiri juga akan melakukan analisis dan penelusuran lebih jauh," kata Ali kepada wartawan yang dikutip pada Senin, 29 April.

Adapun langkah ini dipilih komisi antirasuah karena mereka menemukan dokumen legal opinion (LO) yang disusun oleh ketiganya.

Temuan ini didapat saat menggeledah rumah Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Penyusunan dokumen inilah yang diduga bersumber dari dokumen penyelidikan yang bocor. "Memang produknya kan muncul dari penggeledahan di rumah tersangka, baik itu SYL maupun Hatta," tegas juru bicara berlatar belakang jaksa tersebut.

Ali mengamini pengacara yang mendampingi tersangka memang diperbolehkan mendapatkan berita acara pemeriksaan maupun berkas lainnya. Tapi, prosesnya ketika penyidikan atau pelimpahan ke pengadilan.

"Bukan pada saat proses penyelidikan karena ketika mereka menggunakan data penyelidikan maka itu data ilegal," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa KPK Meyer Simanjuntak mengatakan tiga pengacara yang pernah mendampingi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo akan diminta bersaksi. Mereka adalah Febri Diansyah, Rasamala Aritonang, dan Donal Fariz.

Keterangan mereka dibutuhkan untuk mengonfirmasi para saksi yang mengaku pernah dipanggil oleh pengacara Syahrul.

Syahrul kekinian sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia diduga memeras pegawainya hingga Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023 bersama Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Uang ini kemudian digunakan untuk kepentingan istri dan keluarga Syahrul, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, charter pesawat hingga umrah dan berkurban. Selain itu, ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 M sejak Januari 2020 hingga Oktober 2023.