Bagikan:

JAKARTA - Kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo alias SYL, Febri Diansyah mengendus kejanggalan dalam penangkapan kliennya oleh KPK. SYL sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Febri menjelaskan, SYL menerima surat panggilan pemeriksaan pertama dari KPK pada Rabu, 11 Oktober 2023. Hanya saja, politikus Nasdem itu meminta pemeriksaannya dijadwal ulang karena mesti menjenguk ibunya terlebih dahulu di Makassar.

Namun, pada hari yang sama, ternyata terdapat surat panggilan pemeriksaan kedua dan surat perintah penangkapan. 

"Ternyata pada tanggal 11 itu juga ada surat perintah penangkapan dan panggilan kedua juga tertanggal di tanggal 11 tersebut untuk diperiksa tanggal 13 hari Jumat ini," kata Febri di Jakarta, Jumat 13 Oktober dini hari.

Untuk itu, mantan juru bicara KPK ini melihat adanya kejanggalan dalam penangkapan SYL. Febri menilai, proses penangkapan terhadap SYL tidak melalui proses yang lumrah dilakukan.

"Jadi rangkaian proses yang begitu cepat dan kalau dibandingkan dengan proses pemanggilan tersangka lain tentu saja ada begitu bangak pertanyaan terkait dengan proses ini," ujar Febri.

Diberitakan, SYL ditangkap KPK di salah satu apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis (12/10/2023) sekitar pukul 19.02 WIB. SYL langsung dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa.

Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyampaikan, dalam melakukan penangkapan, KPK pastinya memiliki dasar hukum yang kuat.

Dalam kasus korupsi yang menyeret SYL, menurut Ali ada beberapa hal yang dilihat dengan mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi.

Apalagi sebelumnya SYL sudah dipanggil oleh tim penyidik KPK, tetapi berhalangan hadir karena sedang berada di Makassar. SYL beralasan harus menemui ibunya yang sakit.

Diketahui, KPK menetapkan SYL dan dua anak buahnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Kementan. Dua anak buah SYL lainnya yang berstatus tersangka, yakni Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta dan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono