JAKARTA - Eks penyidik KPK Yudi Purnomo menilai Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menganggap remeh peran Dewan Pengawas KPK karena tak memenuhi panggilan sidang etik pada Kamis, 2 Mei kemarin. Padahal, Ghufron harusnya memberi contoh kepada anak buahnya.
Diketahui, Ghufron disidang etik karena diduga berkomunikasi dengan pihak Kementerian Pertanian (Kementan) terkait mutasi seorang pegawai.
“Sebagai Wakil Ketua KPK harusnya dia memberi contoh untuk hadir dalam sidang etik. Ketidakhadiran Nurul Gufron seperti menganggap remeh peran Dewas dalam menjaga etik pimpinan dan pegawai KPK,” kata Yudi dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 3 Mei.
Yudi menyayangkan sikap Ghufron yang tidak menghadiri sidang etik tersebut. Sebab, di forum itulah dia harusnya bisa membela dirinya terkait dugaan etik yang menyeretnya.
Ditegaskan Yudi, tak ada pengaruhnya sidang etik tersebut dengan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang diajukan Ghufron. Sehingga, ketidakhadirannya harus jadi catatan tersendiri bagi Dewas KPK.
BACA JUGA:
Bahkan, Dewas KPK diminta jalan terus jika pada sidang etik selanjutnya Ghufron tidak hadir. “Jika nanti 14 Mei 2024 ketika dipanggil ulang tidak hadir maka bisa di sidang in absentia dan dianggap mangkir serta tidak menggunakan haknya untuk membela diri,” tegasnya.
“Hal ini tentu sama dengan kasus Firli Bahuri yang tidak datang saat sidang etiknya,” sambung Yudi.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku sengaja tak menghadiri sidang etik Dewan Pengawas KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang karena membahas mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) pada hari ini, Kamis, 2 Mei. Katanya, dia sudah berkirim surat dan minta penundaan.
“Kebetulan saya sengaja dan juga melalui surat menyampaikan bahwa saya berharap pemeriksaan sidang etik terhadap diri saya itu ditunda,” kata Ghuftron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 2 Mei.
Ghufron menjelaskan ada sejumlah alasan mengapa dirinya minta penundaan. Pertama adalah karena sedang mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan sesuai Pasal 55 UU Mahkamah Konstitusi (MK) maka sidang etik harusnya ditunda.