Semua Negara Kecuali Inggris, Austria dan Swiss Lanjutkan Pendanaan UNRWA
Ilustrasi. Tak sedikit anak-anak di Gaza Palestina menjadi korban serangan militer Israel. (UNSPLASH-Mohammed Ibrahim)

Bagikan:

JAKARTA - Semua negara, kecuali Inggris, Austria, dan Swiss, melanjutkan pendanaan ke badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina alias UNRWA.

Hal itu disampaikan Komisaris Jenderal (Komjen) UNRWA Philippe Lazzarini saat konferensi pers di Jenewa, Swiss. Dia menambahkan, Amerika Serikat belum memutuskan apakah akan melanjutkan pendanaan atau tidak hingga Maret 2025.

“Amerika Serikat dengan jelas mengindikasikan bahwa mereka akan membekukan penangguhan tersebut hingga Maret 2025. Inggris belum mengambil keputusan karena dilarang kongres,” kata Lazzarini.

Dia menyebutkan, hingga saat ini belum ada keputusan yang diambil oleh Austria dan Swiss.

"Jadi ketiga negara tersebut masih melakukan penangguhan, semua negara lainnya sudah melanjutkan," katanya.

Soal penangguhan Italia, dia mengatakan bahwa negara itu belum berkontribusi ke UNRWA sejak pemerintah baru berkuasa.

“Dengan diumumkannya kontribusi baru kepada UNRWA, kami dapat tetap beroperasi hingga Juni dan berencana melanjutkan operasi hingga Agustus,” kata dia.

Lazzarini menjelaskan bahwa dana sebesar 257 juta dolar AS atau sekitar Rp4,1 triliun masih ditangguhkan.

Dia juga mengatakan Tel Aviv belum mengeluarkan perintah evakuasi kepada warga Palestina di Kota Rafah di Jalur Gaza selatan di tengah rencana serangan militer Israel.

“Masyarakat belum diminta untuk mengungsi dari Rafah, tetapi jika tidak ada kesepakatan pekan ini, hal itu (serangan Israel) bisa terjadi kapan saja,” ujar dia.

Lazzarini menambahkan bahwa saat ini ada kecemasan luar biasa di Gaza tentang rencana serangan militer tersebut.

Soal kondisi pangan, dia mengatakan lebih banyak makanan sekarang tersedia di pasar, tetapi tidak mudah diakses karena tidak ada uang tunai yang beredar. Jumlah pangan pun tidak cukup untuk mengatasi kelaparan.

Dia menekankan bahwa UNRWA masih belum memiliki akses ke Gaza utara. Setiap kali pihaknya memberangkatkan konvoi bantuan ke utara dari selatan, mereka ditolak oleh Israel.

Selain itu, proses untuk mendapatkan izin pengiriman ke tempat lain di wilayah kantong Palestina itu rumit dan sangat tidak praktis, kata Lazzarini.