Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menilai, usulan perdamaian konflik Rusia-Ukraina yang diajukan oleh China sejauh ini menjadi yang paling masuk akal.

"Hal yang paling penting bagi kami adalah, dokumen Tiongkok didasarkan pada analisis terhadap alasan atas apa yang terjadi dan kebutuhan untuk menghilangkan akar permasalahan ini. Dokumen ini disusun dalam logika dari yang umum hingga yang spesifik," kata Lavrov, mengutip Reuters dari RIA 4 April.

Beijing mengajukan 12 poin makalah lebih dari setahun yang lalu, menguraikan prinsip-prinsip umum untuk mengakhiri perang tetapi tidak membahas secara spesifik. Hal ini mendapat sambutan hangat dari Rusia dan Ukraina.

Sementara, Amerika Serikat mengatakan Tiongkok menampilkan dirinya sebagai pembawa perdamaian namun mencerminkan “narasi palsu” Rusia dan gagal mengutuk invasi mereka.

"Rencana ini dikritik karena tidak jelas. Tapi ini adalah rencana masuk akal yang diusulkan oleh peradaban besar Tiongkok untuk didiskusikan," jelas Lavrov.

Lavrov akan segera bertemu dengan rekannya Menlu Tiongkok. Adapun Presiden Vladimir Putin mengatakan bulan lalu, ia akan mempertimbangkan untuk pergi ke Tiongkok untuk perjalanan luar negeri pertama dalam masa jabatan terbarunya.

Rusia diketahui mengatakan pihaknya bersedia melakukan perundingan mengenai Ukraina, namun hal ini harus mencerminkan apa yang disebutnya sebagai "realitas baru" di lapangan, di mana pasukannya menguasai seperlima wilayah negara tersebut dan Moskow telah mengklaim empat wilayah di Ukraina sebagai miliknya.

Terpisah, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengajukan formula perdamaiannya sendiri yang menyerukan penghentian permusuhan dan penarikan penuh Rusia dari seluruh wilayah pendudukan.

Memuji rencana Tiongkok memberi Moskow cara untuk memberi isyarat, negara itu terbuka untuk membicarakan perdamaian, sekaligus menyerang inisiatif Presiden Zelensky, yang disebut Lavrov sebagai "menu yang bisa Anda gunakan untuk mendapatkan apa pun yang Anda inginkan".

Sedangkan Swiss mengatakan pihaknya akan menjadi tuan rumah konferensi berdasarkan rencana Presiden Zelensky, namun Rusia menyebut inisiatif tersebut tidak ada gunanya dan mengatakan akan gagal tanpa partisipasi Moskow.