Bagikan:

JAKARTA - Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menanggapi PDI Perjuangan yang menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dasco mempersilakan PDIP untuk menggunakan hak yang diatur dalam undang-undang.

"Ya bahwa dilakukan seperti MK ataupun kemudian PTUN itu adalah hak dan memang dijamin oleh UU. Dan memang aturan-aturan yang dipakai untuk sebagai saluran melakukan upaya-upaya hukum," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 4 April. 

"Nah, sehingga menurut kami itu silahkan saja mau dilakukan," sambungnya. 

Kendati demikian, Koordinator Strategis TKN Prabowo-Gibran itu tetap optimis keputusan KPU yang telah menetapkan kemenangan Paslon nomor urut 2 tidak akan berubah. 

Dia yakin Prabowo dan Gibran akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada Oktober mendatang. Sebab berdasarkan fakta di lapangan, kata Dasco, mayoritas penduduk Indonesia memang memilih Prabowo-Gibran. 

"Tapi kami tetap berkeyakinan bahwa apapun itu dengan dasar yang ada, baik dari jumlah suara maupun bedasarkan hukum yang ada, Prabowo-Gibran insya Allah akan ditetapkan menjadi presiden dan wakil presiden terpilih RI," kata Dasco. 

Diketahui, PDI Perjuangan (PDIP) melalui Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi pihak tergugat.

“Intinya jenis gugatannya adalah perbuatan melanggar hukum oleh aparatur negara, tergugatnya KPU,” kata eks Hakim Mahkamah Agung (MA) Gayus Lumbuun yang jadi pemimpin Tim PDI di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Selasa, 2 April.

Gayus mengungkap perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU adalah meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Lembaga ini dianggap telah melawan hukum karena bertentangan dengan asas dan norma dalam pemilihan umum (pemilu).

Melengkapi pernyataan Gayus, Erna Ratnaningsih, anggota Tim PDI menyebut KPU masih menggunakan aturan lama ketika menerima pencalonan Gibran. Langkah ini dianggap melanggar hukum karena belum disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Adapun KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 pada 3 November atau sepekan setelah menerima pendaftaran Gibran. “Dalam hal ini ketika KPU menerima pendaftaran, KPU masih menggunakan peraturan yang lama, PKPU Nomor 19 Tahun 2023,” tegasnya.

“Artinya tindakan KPU ini melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum di mana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut,” sambung Erna.