Bagikan:

JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil mengadukan Presiden Joko Widodo ke Ombudsman RI terkait dugaan maladministrasi saat pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Diduga banyak terjadi kecurangan untuk memenangkan calon tertentu.

"Kami menilai bahwa penyimpangan, pelanggaran, kecurangan hingga keculasan terjadi secara terang-terangan demi memenangkan Calon Presiden tertentu," demikian dikutip dari keterangan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil yang ditayangkan situs Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Kamis, 4 April.

Adapun koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari 42 organisasi dan 11 individu seperti YLBHI, KontraS, PBHI, Imparsial, Lokataru Foundation, Aliansi Jurnalis Independen, Safenet, Walhi, HRWG, Greenpeace, Pusaka Bentala Rakyat, ELSAM, JATAM, LBH Jakarta, Trend Asia, Indonesia Corruption Watch, ICEL, Themis Indonesia, dan KASBI. Dalam aduannya, Jokowi disebut melakukan tindakan maladministrasi berupa deceitful practice.

"Yaitu praktik kebohongan, tidak jujur terhadap publik yang mana masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya untuk kepentingan birokrat," tegas mereka.

Salah satu bentuk ketidakjujuran itu adalah ketika Jokowi menyebut presiden hingga menteri boleh memihak saat pemilu. Pernyataan ini disampaikan pada 24 Januari lalu dengan merujuk Pasal 299 UU Nomor 7 Tahun 2017.

"Padahal ketentuan pasal tersebut seharusnya dapat dilihat secara utuh," ungkap koalisi ini.

Selain itu, Presiden Jokowi tidak mengambil cuti ketika masa kampanye. Koalisi Masyarakat Sipil menilai orang nomor satu di Tanah Air itu memang tidak menyatakan dukungan terhadap calon tertentu tapi tindakannya justru sebaliknya.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai Presiden Jokowi secara masif mendukung capres dan cawapres nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

"Puncaknya yakni ketika aktivitas makan malam berdua dengan salah satu kandidat capres, Prabowo Subianto di sebuah restoran di Jakarta Pusat pada 5 Januari 2024," kata mereka.

"Aktivitas serupa dilakukan ketika presiden kembali makan bersama Prabowo Subianto usai meresmikan Graha Utama Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah pada 29 Januari. Rangkaian tindakan itu juga masuk dalam klasifikasi favoritisme dalam menafsirkan hukum," sambung kelompok ini.

Koalisi ini juga menilai berbagai pelanggaran sudah dilakukan Jokowi. Di antaranya adalah membiarkan praktik nepotisme karena membiarkan keluarganya, yaitu anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka mencalonkan diri bersama Prabowo.

Mereka menyoroti pelanggaran etik yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam prosesnya. Sehingga, perbuatan Jokowi dianggap sebagai bentuk nepotisme seperti termaktub dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Sehingga, Ombudsman diharap bisa memproses laporan ini. Bahkan mereka diminta memerintahkan adanya tindakan korektif terhadap berbagai kecurangan dan pelanggaran saat Pilpres 2024.

"Pemilu 2024 telah terselenggara dengan sangat buruk atas dasar tindakan kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan dan keculasan yang dilakukan oleh Presiden sehingga menimbulkan kerugian konstitusional warga negara berupa tercorengnya hak atas keadilan substantif berupa terselenggaranya pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil," pungkas mereka.