Bagikan:

JAKARTA - Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) RI Hasbi Hasan merasa ada standar ganda yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara dugaan gratifikasi.

Hal itu disampaikan Hasbi ketika membacakan nota pembelaan (pleidoi) pribadi, khususnya saat mengungkit dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap dirinya soal penerimaan gratifikasi wisata tur helikopter di Bali.

“Walaupun tuduhan terhadap saya tersebut tidak benar, saya prihatin dengan standar ganda dalam dugaan penanganan gratifikasi oleh KPK,” kata Hasbi Hasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Antara, Kamis, 21 Maret. 

Menurut Hasbi, KPK tidak responsif dalam menindak dugaan penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri.

“KPK tidak responsif melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan menerima diskon atas biaya sewa helikopter oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri, yang menurut ICW (Indonesia Corruption Watch) selisihnya melampaui Rp140 juta,” katanya.

Selain itu, sambung Hasbi, KPK juga tidak pernah mengusut dugaan gratifikasi eks pimpinan KPK Lili Pintauli.

“KPK juga tak pernah usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli, salah satu komisioner KPK, yang menerima Gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika dari PT Pertamina,” ujar dia.

Dalam nota pembelaannya, Hasbi mengatakan dugaan gratifikasi fasilitas wisata tur helikopter senilai Rp7.500.000 yang didakwakan JPU KPK tidak benar. Ia mengaku sudah akan membayar biaya tur, tetapi pihak tur menolaknya.

“Saya sudah akan membayar namun tidak diterima oleh Pihak PT Urban Co. karena sudah diselesaikan oleh Devi Herlina. Selanjutnya, saya menghubungi Devi Herlina dengan maksud mengganti biaya yang sudah dikeluarkan, namun Devi Herlina hanya menjawab ‘Engak apa-apa Pak Hasbi kebetulan saya Notaris Urban Co. dan itu juga free of charge (gratis), kok’,” tutur Hasbi.

Dalam perkara ini, Hasbi didakwa mendapat fasilitas perjalanan wisata berkeliling Bali dengan helikopter yang diberikan oleh Devi Herlina selaku notaris dari rekanan CV Urban Beauty/MS GLOW. Ia disebut menikmati fasilitas tersebut bersama Windy Yunita Bastari Usman (Windy Idol).

Sebelumnya, Hasbi Hasan dituntut 13 tahun dan 8 bulan pidana penjara serta pidana denda sebesar Rp1 miliar subsidair pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.

Hasbi turut dijatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp3,88 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap, subsidair (pengganti) pidana penjara 3 tahun.

JPU KPK menyatakan Hasbi terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap secara bersama-sama terkait penanganan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana tingkat kasasi di MA.

Dalam surat tuntutan, Hasbi disebut melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.