Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membantah tudingan merendahkan cawapres Gibran Rakabuming Raka dengan mengibaratkannya seperti sopir truk yang menabrak mobil di Gerbang Tol Halim.

Hasto menyebut apa yang disampaikannya adalah contoh perlunya batas usia.

“Saya tidak mengibaratkan seperti itu (seperti sopir truk, red). Saya memberikan contoh ketika menyampaikan pembicaraan, kebetulan ada persoalan sangat serius ketika di dekat pintu Gerbang Tol Halim ada supir truk yang usianya baru 17 tahun belum punya SIM dan kemudian mengalami dua krisis,” kata Hasto kepada wartawan di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 1 April.

Adapun dua krisis yang dimaksud adalah pertama sopir itu menyenggol kendaraan lain.

“Kedua, karena usianya belum cukup di dalam menghadapi problematika itu, dia langsung ambil jalan pintas mencoba lari. Maka dia gaspol dan malah menciptakan suatu kecelakaan, kecelakaan beruntun yang artinya untuk supir truk saja diperlukan suatu kedewasaan,” tegas Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud MD itu.

Kondisi inilah yang disebut Hasto berujung pada pentingnya batas umur seseorang, terutama jika akan menjadi pemimpin. Sebab, di lapangan perlu kedewasaan untuk menangani sebuah masalah.

Ia menganalogikan batas umur ini seperti saat seseorang mengurus surat izin mengemudi (SIM). Selain harus cukup, orang yang ingin punya SIM juga harus mengikuti ujian.

“Bukan SIM diberikan meski usia belum cukup namun karena akses kekuasaan diberikan SIM. Ternyata untuk mengatasi konflik persoalan di lapangan butuh kedewasaan, apalagi untuk memimpin bangsa dan negara,” ungkapnya.

“Maka usia 40 tahun sebagai capres dan cawapres itu merupakan suatu usia yang menunjukkan tingkat kematangan. Kalau kasus di jalan raya saja bisa menciptakan korban seperti ini apalagi kalau persoalan di tingkat nasional. Jangan-jangan nanti pas rapat kabinet misalnya, sekiranya proses ini tidak terbentuk karena abuse of power lebih asyik naik sepeda,” sambung Hasto.

Hasto jadi sorotan setelah membandingkan Gibran dengan sopir truk yang mengalami kecelakaan di Gerbang Tol Halim pada Rabu, 27 Maret lalu. Ia menyebut kedewasaan pada suatu pekerjaan sangat perlu, begitu juga sebagai pemimpin negara.

“Karena kedewasaan di dalam mengemban jabatan-jabatan tertentu, untuk sopir truk aja itu berbahaya, apalagi kaitannya dengan mengelola suatu negara sebesar Indonesia dengan problematika yang sangat kompleks," kata Hasto dalam acara diskusi bertajuk 'Sing Waras Sing Menang', Sabtu, 30 Maret.

Hal ini kemudian ditanggapi oleh Sekjen Gibran Center, Roy Marjuk yang menyebut tak pas anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) disamakan dengan sopir truk.

"Lebih pas mengibaratkan Gibran adalah seorang co-pilot muda yang mendampingi pilot yang super senior. Sehingga dipastikan penerbangan aman, selamat dan sukses sampai tujuan," ujar Roy kepada wartawan, Senin, 1 April.

"Penumpangnya adalah rakyat Indonesia yang mendapat jaminan pelayanan terbaik," sambungnya.