Presiden Macron Sebut Pelaku Serangan di Rusia Pernah Coba Menyerang Prancis
Presiden Prancis Emmanuel Macron. (Wikimedia Commons/IAEA Imagebank)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Emmanuel Macron mengatakan kelompok bersenjata yang melakukan serangan mematikan dan menewaskan 137 orang di sebuah gedung konser di luar Moskow, adalah bagian dari cabang ISIS yang berada di balik upaya yang gagal untuk menyerang Prancis beberapa bulan belakangan.

Hal ini menjelaskan mengapa Pemerintah Prancis pada Hari Minggu meningkatkan kewaspadaan keamanan negaranya ke tingkat tertinggi, kata Presiden Macron dan Perdana Menteri Gabriel Attal.

Peningkatan ini menyebabkan lebih banyak tentara akan disiagakan dan siap berpatroli di tempat-tempat sensitif, termasuk sekolah.

Kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan di Moskow pada Hari Jumat pekan lalu.

"Serangan ini diklaim dilakukan oleh ISIS," kata Presiden Macron, dikutip dari Reuters 26 Maret.

"Dan informasi yang tersedia bagi kami, badan intelijen kami, serta mitra utama kami, menunjukkan bahwa ISIS-lah yang menghasut dan melakukan serangan tersebut," lanjutnya.

Rusia, yang menentang pernyataan Amerika Serikat terkait ISIS mendalangi penembakan massal di Moskow, pada Hari Senin terus menyatakan Ukraina adalah pihak yang harus disalahkan. Presiden Macron mengatakan hal ini "sinis dan kontraproduktif".

"Kelompok khusus ini selama beberapa bulan terakhir melakukan beberapa upaya (serangan) di wilayah kami," ungkapnya.

Presiden Macron juga mengatakan Prancis telah menawarkan untuk meningkatkan kerja sama dengan badan intelijen Rusia atas serangan gedung konser tersebut, "sehingga kami terus berperang secara efektif melawan kelompok-kelompok yang menargetkan beberapa negara".

PM Attal kemudian mengatakan ini termasuk serangan yang direncanakan di Kota Strasbourg, di Prancis timur.

"Klaim tanggung jawab atas serangan (Moskow) oleh cabang ISIS yang merencanakan serangan di negara-negara Eropa termasuk Prancis mendorong kami untuk meningkatkan Vigipirate (penilaian ancaman keamanan) ke tingkat tertinggi," ujar PM Attal.

"Kami akan mengerahkan sarana luar biasa di mana pun di wilayah (Prancis)," tandasnya.

Sekitar 3.000 tentara saat ini menjadi bagian dari operasi "Sentinelle" yang berpatroli di tempat-tempat seperti stasiun kereta api, tempat ibadah, sekolah, dan teater. Sementara, 4.000 lainnya akan disiagakan, kata PM Attal.

Dijelaskan olehnya, Prancis telah menggagalkan dua kemungkinan serangan sejak awal tahun ini.

Prancis diketahui telah dilanda serangkaian serangan terorisme selama dekade terakhir, yang terburuk terjadi pada tahun 2015, menargetkan gedung konser Bataclan, kafe, dan bar di Paris, yang menurut sebagian warga Paris membantu mereka memahami mengapa keamanan kini harus ditingkatkan.

Terpisah, Presiden Rusia Vladimir Putin belum secara terbuka menyebut ISIS terkait dengan para penyerang, yang menurutnya berusaha melarikan diri ke Ukraina.