Bagikan:

JAKARTA - Pengelola Daya Tarik Wisata (DTW) Desa Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, Bali, telah mengambil langkah-langkah regeneratif untuk menjaga kelestarian lingkungan, budaya, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Upaya ini dilakukan sebagai respons atas penghargaan yang diterima desa tersebut dari Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO), yang menandai pentingnya keberlanjutan pariwisata di kawasan tersebut.

"Tujuan dari langkah-langkah regeneratif ini adalah untuk memastikan manfaat pariwisata bisa dirasakan lebih luas. Wisatawan tak hanya datang untuk menikmati keindahan alam dan budaya, tetapi juga memiliki peran dalam mendukung pelestarian budaya dan kesejahteraan masyarakat setempat," jelas Manajer DTW Jatiluwih, I Ketut Purna, saat diwawancarai di Denpasar, Bali, seperti dikutip Antara.

Berbagai inisiatif regeneratif yang diterapkan di Desa Jatiluwih meliputi pelestarian sistem subak, pengembangan infrastruktur ramah lingkungan, serta mengajak wisatawan berpartisipasi dalam upaya pelestarian alam dan mendukung pertanian organik.

Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga dilakukan melalui pelatihan untuk meningkatkan kualitas kerajinan tangan, pengembangan kuliner tradisional, seni budaya, serta perbaikan rumah penduduk yang dapat dijadikan homestay bagi wisatawan.

I Ketut Purna menambahkan, filosofi kearifan lokal Tri Hita Karana, yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas, menjadi dasar yang membawa desa ini meraih pengakuan sebagai salah satu desa wisata terbaik dunia.

Sistem subak, yang merupakan teknik pengelolaan irigasi berbasis komunitas yang telah ada sejak seribu tahun lalu, berperan besar dalam pencapaian ini. Subak bukan hanya teknik irigasi, tetapi juga simbol harmonisasi antara manusia dan alam.

"Penghargaan ini memotivasi kami untuk terus menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas, sekaligus menjadi tanggung jawab untuk memastikan desa ini berkembang secara berkelanjutan dan regeneratif," ungkapnya.

Pada tahun 2012, Desa Jatiluwih beserta sistem subaknya telah diakui oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Hingga kini, kawasan terasering persawahan yang mengusung sistem subak tetap menjadi identitas Desa Jatiluwih, meskipun semakin berkembang sebagai destinasi wisata.

Pada 15 November 2024, UNWTO mengumumkan bahwa Desa Jatiluwih terpilih sebagai salah satu dari 55 desa wisata terbaik, setelah bersaing dengan lebih dari 260 desa wisata dari 60 negara. Penilaian dilakukan berdasarkan sembilan indikator, antara lain sumber daya alam dan budaya, pelestarian dan promosi budaya, keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta aspek infrastruktur dan keselamatan.

Selain Desa Jatiluwih, penghargaan serupa juga diterima oleh Desa Wukirsari di Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta.