Bagikan:

JAKARTA - Kremlin mengatakan pada Hari Senin, pihaknya tidak ikut serta dalam diskusi tentang pemulihan hukuman mati, yang disinggung oleh sekutu-sekutu utama Presiden Vladimir Putin setelah serangan paling mematikan di Rusia dalam dua dekade terakhir.

Sejumlah orang bersenjata menyerbu masuk ke dalam tempat konser di Balai Kota Crocus di dekat Moskow pada Hari Jumat, menewaskan sedikitnya 137 orang dan melukai 182 lainnya, korban jiwa terburuk di Rusia sejak pengepungan sekolah Beslan pada tahun 2004.

Otoritas Rusia menahan empat orang usai kejadian, setidaknya satu orang berkewarganegaraan Tajikistan, yang menurut mereka secara langsung melakukan serangan tersebut. Sementara, kelompok militan ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

"Sekarang banyak orang bertanya tentang hukuman mati. Topik ini, tentu saja, akan dipelajari secara mendalam, profesional, dan penuh makna," kata Vladimir Vasilyev, pemimpin fraksi Rusia Bersatu di majelis rendah parlemen, seperti dikutip oleh kantor berita pemerintah TASS, melansir Reuters 25 Maret.

Sementara, Wakil Ketua Dewan Keamanan sekaligus mantan presiden dan sekutu Vladimir Putin, Dmitry Medvedev, membahas para tersangka yang ditahan di saluran Telegram-nya pada Hari Senin.

"Apakah mereka harus dibunuh?" tanyanya.

"Mereka harus dibunuh. Dan akan dibunuh," lanjutnya.

Terpisah, Kremlin mengatakan pihaknya tidak akan berpartisipasi dalam pembicaraan tentang pencabutan moratorium hukuman mati.

"Kami tidak ikut serta dalam diskusi ini saat ini," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada para wartawan.

Diberitakan sebelumnya, empat pelaku serangan di tempat konser Balai Kota Crocus menjalani persidangan hari ini dengan dakwaan melakukan tindak terorisme. Mengutip Metro.co.uk, Senin 25 Maret, dari dakwaan terhadap keempatnya, tiga pelaku mengaku bersalah.

Ketiganya adalah Dalerdzhon Mirzoyev (32); Saidakrami Rachabalizoda (30); dan Shamsidin Fariduni (25). Mereka siap menghadapi hukuman maksimum penjara seumur hidup.

Sedangkan tersangka keempat, Mukhammadsobir Faizov (19), duduk dengan mata tertutup sepanjang sidang. Ia enggan merespons majelis hakim

Diketahui, hukuman mati adalah hal yang legal di Rusia, tetapi tidak ada eksekusi yang dilakukan sejak 1996, ketika Presiden Boris Yeltsin mengeluarkan dekrit yang menetapkan moratorium de-facto, yang secara eksplisit ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 1999.

KUHP Rusia saat ini mengizinkan hukuman mati untuk lima pelanggaran: pembunuhan, genosida, dan percobaan pembunuhan terhadap hakim, petugas polisi, atau pejabat negara.