Bagikan:

JAKARTA – Keputusan PKS untuk berseberangan atau beroposisi dengan pemerintahan Joko Widodo selama hampir sepuluh tahun dinilai tidak cukup mendapat apresiasi dari pemilih di Pemilu 2024. Ini terlihat dari perolehan sementara suara secara nasional mereka tidak berbeda jauh dengan Pemilu 2019.

Karena itu, PKS dianggap bisa membuka opsi bergabung dengan pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto. Pengamat politik dari Unisba, Muhammad Fuady mengungkapkan, koalisi antara PKS dan Prabowo masih mungkin terwujud. Sebab, secara historis PKS tidak ada kendala dengan Prabowo, yang telah membersamai dua kali pemilu. Dengan demikian, faktor itu bisa membuat chemistry kedua belah pihak untuk tidak sulit bersatu.

Sandungan terbesar dari opsi bergabung dengan Prabowo adalah diterima atau tidaknya keputusan itu oleh para konsituen PKS dibanding menjadi oposisi. Selain itu, PKS merupakan salah satu parpol dengan tingkat pragmatisme rendah.

“Partai ini relatif konsisten, berbasis ideologi keagamaan, baik di level elite maupun konstituennya. Pilihan menjadi oposisi juga sudah dilakukan sejak lama. Keputusan politik PKS biasanya memiliki resonansi yang sama dengan pemilih, artinya suara partai selaras dengan publiknya,” ujar Fuady, Minggu 17 Maret 2024.

Meski demikian, dalam politik semua serba boleh dan mungkin. Mereka yang menjadi lawan politik seketika dapat menjadi kawan dalam perahu yang sama. Apalagi jika mereka sebenarnya relatif memiliki ikatan emosional karena pernah berkoalisi di pilpres sebelumnya.

“Jadi bila relawan dan pemilih menginginkan PKS menjadi oposisi, sebaiknya musyawarah elite partai mempertimbangkan hal itu. Apalagi PKS sudah berpengalaman menjadi oposisi. Demokrasi yang sehat membutuhkan oposisi untuk memastikan kebijakan pemerintah selaras dengan aspirasi publik,” tutup Fuady.