Kasus Suap Edhy Prabowo, KPK Panggil 2 PNS
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi terkait kasus suap izin ekspor benih lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. 

Dua saksi yang diperiksa kali ini berunsur dari pegawai negeri sipil (PNS) dan keduanya bakal dipanggil untuk melengkapi berkas perkara milik Edhy.

"FX Lusianto Prabowo dan Erwin Situmorang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 9 Maret.

Belum diketahui secara pasti materi pemeriksaan terhadap keduanya. Namun, keduanya diduga mengetahui kasus yang menjerat Edhy dan sejumlah pihak di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Diberitakan sebelumya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT)

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang-uang ini diduga dipergunakan Edhy dan istrinya untuk berbelanja barang mewah, termasuk saat melakukan lawatan ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat sebelum terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Dalam perkara ini, Edhy dan lima orang lainnya dijerat dengan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi suap, Suharjito dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.