Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut dugaan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyalahgunakan wewenang terkait penerbitan dan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) sudah dibahas di tingkat pimpinan. Katanya, mereka memantau hasil investigasi Majalah Tempo yang meramaikan informasi ini.

“Ya, kalau dibahas di pimpinan sih kita sudah ngobrol-ngobrol,” kata Alexander kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Maret.

Hanya saja, Alexander mengatakan pembicaraan ini belum serius hingga berujung upaya pemanggilan. Katanya, mereka akan melakukan telaah lebih dulu sebelum minta keterangan Bahlil.

“Ya, (pembicaraan, red) informal saja pas ketemu, ‘ada berita Tempo menarik, nih, laporan investigasi,” tegasnya.

Lagipula, banyak proses yang harus dilakukan KPK untuk mengusut dugaan yang jadi sorotan tersebut. “Perjalanan perkara atau kasus di sini itu kan dari pengaduan masyarakat, telaahnya gitu kan,” jelas Alexander.

“Termasuk pengayaan informasi dari berbagai sumber tentu saja. Maka saya juga bilang, koordinasi dengan Kementerian Investasi sendiri (akan dilakukan, red),” sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, Bahlil disebut meminta imbalan miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan dalam upaya mencabut maupun menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) dalam laporan investigasi Majalah Tempo. Hal ini membuat Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta KPK turun tangan.

Menurutnya, sudah saatnya bagi lembaga itu memeriksa Bahlil dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Apalagi, keberadaan satuan tugas itu sebenarnya tumpang tindih dengan Kementerian ESDM.

“Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan Keppres terkait usaha pertambangan ada di wilayah Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi,” kata Mulyanto kepada wartawan, Senin, 4 Maret.

Sementara itu, Bahlil belakangan melaporkan Majalah Tempo dan konten podcast dari media tersebut yang menyebutnya bermain dalam penerbitan IUP dan HGU. Pemberitaan ini dianggap merugikan dirinya dan tidak memenuhi Kode Etik Jurnalistik.

“Karena sebagian informasi yang disampaikan ke publik mengarah kepada tudingan dan fitnah juga sarat dengan informasi yang tidak terverifikasi,” kata Staf Khusus Menteri Investasi/Kepala BKPM Tina Talisa yang jadi kuasa Bahlil saat mengadu ke Dewan Pers pada Senin, 4 Maret.

“Karenanya kami meyakini ada unsur pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, di antaranya terkait kewajiban wartawan untuk selalu menguji informasi dan tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,” pungkasnya.