JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan permintaan fee dalam proses pengadaan barang dan jasa adalah hal lazim.
Kesepakatan ini biasanya terjadi di luar e-katalog dan sering kali ditemukan penegak hukum saat menangani kasus rasuah.
“Kejadian yang ditemukan KPK dan aparat penegak hukum lain permintaan fee itu sudah menjadi hal yang lazim. Fee proyek antara 5-15 persen itu sesuatu yang lazim,” kata Alexander saat membuka acara Bincang Stranas PK: Rakornas Pencegahan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 6 Maret.
Alexander menyebut praktik ini jadi rahasia umum di kalangan pegawai pemerintah daerah. Tapi, mereka tak bisa berbuat banyak karena akan menghadapi pihak tertentu yang terusik.
“Saya yakin bukannya bapak ibu tidak tahu bahwa dalam proses pengadaan barang dan jasa ada persekongkolan, ada kesepakatan yang tidak baik,” tegasnya.
“Tapi, sering yang bapak ibu hadapi adalah ketika berhadapan dengan rekanan-rekanan yang dekat dengan pusat kekuasaan dan kalau di daerah dekat dengan kepala daerah, bapak ibu, ya, agak sedikit mungkin sungkan,” sambung Alexander.
BACA JUGA:
Situasi ini membuat Alexander mengingatkan para pegawai tak boleh takut melapor. “Kalau bapak ibu merasa sungkan atau mengetahui tapi tidak bisa berbuat banyak, kami mengimbau laporkan saja ke aparat penegak hukum,” ujarnya.
“Kalau aparat penegak hukum di daerah tidak efektif, laporkan ke KPK. Tidak usah ragu kami akan melindungi siapa pihak pelapor dan kami akan tindak lanjuti tentu saja,” pungkas Alexander.