KPK Bakal Koordinasi ke Kementerian Investasi Usai Sebut Berpeluang Panggil Bahlil Lahadalia Terkait Izin Tambang
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bakal berkoordinasi dengan Kementerian Investasi/BKPM setelah berpeluang memanggil Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan koordinasi penting setelah mereka mendapat informasi Bahlil menyalahgunakan wewenangnya dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU). Katanya, kabar tersebut terus dicermati.

“KPK akan berkoordinasi dengan Kementerian Investasi/BKPM,” kata Alexander dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Selasa, 4 Maret.

Alexander memastikan lembaganya tak akan tutup mata dengan dugaan yang ditulis dalam laporan investigasi Majalah Tempo. Informasi yang ada bakal ditelusuri.

“KPK mencermati informasi yang disampaikan masyarakat atau laporan investigasi Majalah Tempo,” tegasnya.

“Kami akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi kepada para pihak yang dilaporkan mengetahui atau terlibat dalam proses perizinan tambang nikel,” sambung Alexander.

Dalam laporan investigasi itu, Bahlil disebut meminta imbalan miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan dalam upaya mencabut maupun menerbitkan IUP dan HGU. Hal ini membuat Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta KPK turun tangan.

Menurutnya, sudah saatnya bagi lembaga itu memeriksa Bahlil dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Apalagi, keberadaan satuan tugas itu sebenarnya tumpang tindih dengan Kementerian ESDM.

“Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan Keppres terkait usaha pertambangan ada di wilayah Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi,” kata Mulyanto kepada wartawan, Senin, 4 Maret.

Sementara itu, Bahlil belakangan melaporkan Majalah Tempo dan konten podcast dari media tersebut yang menyebutnya bermain dalam penerbitan IUP dan HGU. Pemberitaan ini dianggap merugikan dirinya dan tidak memenuhi Kode Etik Jurnalistik.

“Karena sebagian informasi yang disampaikan ke publik mengarah kepada tudingan dan fitnah juga sarat dengan informasi yang tidak terverifikasi,” kata Staf Khusus Menteri Investasi/Kepala BKPM Tina Talisa yang jadi kuasa Bahlil saat mengadu ke Dewan Pers pada Senin, 4 Maret.

“Karenanya kami meyakini ada unsur pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, di antaranya terkait kewajiban wartawan untuk selalu menguji informasi dan tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,” pungkasnya.