JAKARTA - Amerika Serikat pada Hari Rabu mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan, guna membantu mengakhiri konflik antara militer dengan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di Sudan yang sudah berlangsung hampir setahun.
Amerika Serikat mengatakan, pihak-pihak yang bertikai telah melakukan kejahatan perang, sementara RSF serta milisi sekutunya juga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis.
Sementara itu, PBB mengatakan hampir 25 juta orang, setengah populasi Sudan, membutuhkan bantuan dan sekitar 8 juta orang telah meninggalkan rumah mereka dan kelaparan meningkat.
"Jelas bahwa ini adalah masalah perdamaian dan keamanan yang mendesak dan memerlukan perhatian lebih besar dari Dewan Keamanan," kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield kepada Reuters dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip 29 Februari.
"Dewan harus bertindak segera untuk meringankan penderitaan manusia, meminta pertanggungjawaban para pelaku, dan mengakhiri konflik di Sudan. Waktu hampir habis," serunya, tanpa merinci tindakan apa yang harus diambil oleh dewan beranggotakan 15 negara itu.
Sejak perang meletus pada 15 April 2023, Dewan Keamanan PBB baru mengeluarkan tiga pernyataan pers yang mengutuk dan menyatakan keprihatinan terhadap perang tersebut. Hal serupa juga diungkapkan dalam resolusi pada Bulan Desember yang menutup misi politik PBB, menyusul permintaan dari penjabat Menteri Luar Negeri Sudan.
Diketahui, sekitar 10.000 hingga 15.000 orang terbunuh di satu kota saja di wilayah Darfur Barat Sudan tahun lalu dalam kekerasan etnis yang dilakukan RSF dan milisi Arab sekutunya, menurut laporan pemantau sanksi PBB, yang dilihat oleh Reuters bulan lalu.
BACA JUGA:
"Saya sangat kecewa karena tuduhan yang dirinci dalam laporan ini hanya mendapat sedikit perhatian, baik di dalam Dewan Keamanan PBB maupun di luar PBB," kata Thomas-Greenfield, yang mengunjungi kamp pengungsi di Chad dekat perbatasan dengan Darfur, Sudan pada tahun 2017. September.
Pemerintah Sudan baru-baru ini melarang pengiriman bantuan melalui Chad, yang secara efektif menutup jalur penting pasokan ke wilayah Darfur yang luas, yang dikendalikan oleh saingannya RSF.
Thomas-Greenfield menggambarkan langkah tersebut sebagai tindakan yang "tidak dapat diterima" karena mengancam "jalur penyelamat yang kritis."