Bagikan:

JAKARTA - Polisi Myanmar menembak mati dua pengunjuk rasa pada hari Minggu dan melukai beberapa lainnya, saat mereka menindak pengunjuk rasa anti kudeta militer. 

Polisi melepaskan tembakan di Kota Dawei, menewaskan satu dan melukai beberapa, politisi Kyaw Min Htike mengatakan kepada Reuters dari kota selatan. Outlet media Dawei Watch juga mengatakan setidaknya satu orang tewas dan lebih dari selusin luka-luka.

Polisi juga menembak di Kota Yangon dan seorang pria yang dibawa ke rumah sakit dengan luka peluru di dada telah meninggal, kata seorang dokter di rumah sakit yang meminta untuk tidak disebutkan namanya. Outlet media Mizzima juga melaporkan kematian itu.

Polisi dan juru bicara dewan militer Myanmar yang berkuasa tidak menanggapi panggilan telepon yang meminta komentar.

Myanmar berada dalam kekacauan selama sebulan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan partainya, menuduh adanya kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan partainya secara telak.

Kudeta Myanmar, yang menghentikan kemajuan menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer, telah membawa ratusan ribu pengunjuk rasa ke jalan dan menuai kecaman dari negara-negara Barat, dengan beberapa menjatuhkan sanksi terbatas.

Di Yangon, beberapa pengunjuk rasa mengalami luka-luka dievakuasi menjauh dari lokasi bentrokan antara polisi yang dibantu militer Myanmar dengan pengunjuk rasa. Tidak jelas bagaimana mereka terluka, tetapi media melaporkan tembakan langsung. Saksi mata menuturkan, polisi juga melemparkan granat kejut, menggunakan gas air mata dan menembak ke udara

Polisi Myanmar keluar Minggu pagi, mengambil posisi di lokasi protes utama di Yangon ketika pengunjuk rasa, banyak yang mengenakan alat pelindung, mulai berkumpul. Saksi mata mengatakan, polisi bergerak cepat untuk membubarkan kerumunan massa. 

"Polisi turun dari mobil mereka dan mulai melemparkan granat kejut tanpa peringatan. Beberapa guru terluka saat berlari," kata Hayman May Hninsi, yang bersama sekelompok rekan guru di Yangon ikut berunjuk rasa. 

Aktivis pemuda Esther Ze Naw mengatakan, warga sipil berjuang untuk mengatasi rasa takut yang telah lama mereka alami.

“Ketakutan ini hanya akan tumbuh jika kita terus menjalaninya dan orang-orang yang menciptakan ketakutan mengetahui hal itu. Jelas mereka mencoba menanamkan rasa takut pada kita dengan membuat kita lari dan bersembunyi. Kami tidak bisa menerima itu," tegasnya.