Praperadilan Aiman Witjaksono, Ahli Hukum Polda Metro Bicara Soal Keabsahan Izin Sita dari Pengadilan
Sidang praperadilan Aiman Witjaksono di PN Jaksel

Bagikan:

JAKARTA - Ahli hukum pidana Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta, Kombes (Purn) Warasman Marbun menyebut surat izin penetapan penyitaan tak mesti ditandatangani ketua pengadilan pegeri.

Warasman merupakan ahli yang dihadirkan tim Bidang Hukum Polda Metro Jaya dalam persidangan praperadilan Aiman Witjaksono terkait penyitaan ponselnya dalan kasus dugaan penyebaran berita bohong soal 'polisi tak netral'.

Bermula saat anggota tim Bidkum Polda Metro Jaya, Ipda Mansur, mempertanyakan soap keabsahan dari surat penetapan izin penyitaan apabila tak ditandatangani ketua pengadilan negeri.

"Dalam KUHAP jelas di situ tercantum mengenai penyitaan bahwa penyidik dapat melakukan penyitaan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat," ujar Mansur dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 23 Februari.

"Pertanyaan saya apakah dengan ditandatanginya Wakil Ketua PN setempat itu menjadi cacat atau berlawanan bertentangan dengan KUHAP? mohon ahli bisa jelaskan," sambungnya.

Menjawab pertanyaan itu, Warasman menyebut surat penetapan izin penyitaan tak cacat formil walau yang menandatangani ketua pengadilan negeri. Asalkan, dilakukan seusai dengan aturan daru internal lembaga peradilan.

"Jadi pendapat saya apabila suatu penetapan izin atau permohonan penetapan izin sehingga diterbitkanlah persetujuan dari pengadilan negeri setempat bahwa sipapun yang menandatangani, apakah ketua ataupun wakil ketua itu adalah internal dari lembaga peradilan. Jadi kalau mereka sudah mengeluarkan penetapan sita atau permohonan sita entah itu ditandatangani oleh Ketua PN atau Wakil Ketua PN itu internal dari lembaga peradilan," sebut Marbun.

Selain itu, Marbun juga menegaskan mengenai hal itu sesuai dengan ketentuan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4 Tahun 1985. Di mana, surat penetapan izin penyitaan bisa ditandatangani bukan oleh ketua pengadilan Tetapi, mesti tetap menggunakan cap dan stempel resmi dari pengadilan tersebut.

"Dan itu adalah sah menurut hukum, apalagi kalau memedomai ada SEMA No 4 Tahun 1985 tentang izin penyitaan tidak dapat dicabut atau dibatalkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, itu udah dikunci. Jadi segala apa penetapan sita, persetujuan penetapan sita sudah dikunci oleh SEMA No 4 Tahun 1985 tentang izin penyitaan tidak dapat dicabut atau dibatalkan oleh Ketua Pengadilan Negeri," kata Marbun.