Bagikan:

JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai keberadaan geng sekolah makin menjamur. Maraknya eksistensi geng di kalangan anak sekolah pun kerap menimbulkan dampak buruk, utamanya adalah kasus perundungan atau perundungan.

Kasus perundungan di Binus School Serpong yang menghebohkan publik belakangan ini menjadi salah satu dampaknya. Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebut pemerintah perlu segera membubarkan geng-geng di sekolah.

"FSGI mendorong dinas-dinas pendidikan di berbagai daerah bersama Kemendikbudristek untuk memikirkan cara dan terapi yang tepat untuk mencegah dan membubarkan geng-geng sekolah yang berpotensi melakukan berbagai kekerasan," kata Heru dalam keterangannya, Rabu, 21 Februari.

Heru menegaskan, berbagai bentuk kekerasan akan berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak. FSGI turut mendorong masyarakat untuk menghentikan penyebaran video perundungan ke media sosial.

"Jika kita menerima, cukup berhenti di kita dan jangan di sebar lagi. Karena ketika di-share lagi, berpotensi ada peniruan peserta didik lain di Indonesia, menimbulkan trauma, dan jejak digital akan berdampak buruk baik pada anak korban maupun anak-anak pelaku," ungkap dia.

Pada kasus perundungan geng sekolah yang diduga melibatkan anak pesohor ini, Heru menyayangkan pernyataan sekolah yang terkesan cari aman dan lepas tangan dengan alasan peristiwa ini terjadi di luar sekolah. Padahal, lokasi kejadian di sebuah warung yang letaknya di belakang sekolah, dan yang terlibat seluruhnya peserta didik dari sekolah.

Dalam pandangannya, Binus School Serpong belum mengimplementasikan Permendikbudristek 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).

"Menurut Permendikbudristek 46/2023 cakupan kekerasan yang dapat ditangani oleh Tim PPK Sekolah diantaranya terjadi di luar sekolah tapi peserta didik yang terlibat merupakan siswa sekolah tersebut. Apalagi ini adalah geng sekolah yang melibatkan peserta didik di Binus International School. Seharusnya, sekolah dapat mengindetifikasi munculnya geng ini dan mencegah geng ini berkembang dengan merekrut adik adik kelas melalui cara kekerasan," urai Heru.

Di sisi lain, FSGI mendorong kepolisian mengusut tuntas kasus ini sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jika korban dan pelaku masih usia anak, maka dalam penanganannya, kepolisian harus menggunakan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Sebagai informasi, aksi perundungan ini terekam dalam video dilakukan oleh beberapa orang. Mereka tergabung dalam sebuah kelompok dengan nama Geng Tai (GT). Geng tersebut diketuai oleh seorang siswa berinisial A yang mengendalikan berbagai aktivitas pada kelompok tersebut. Perlu diketahui pula bahwa geng tersebut sudah ada selama selama 9 generasi.

Anggota yang masuk ke dalam kelompok GT akan mendapat berbagai keuntungan, mulai dari mendapat uang, mendapat akses parkir kendaraan ke dekat Binus, hingga lebih dipandang oleh siswa lain.

Berdasarkan informasi, dijelaskan bahwa korban perundungan adalah calon anggota GT. Perlu diketahui bahwa sebelum bergabung ke GT, korban harus menuruti perintah yang diajukan oleh seniornya, mulai dari membelikan makanan sampai melakukan perilaku menyimpang.

Syarat lain yang kerap diajukan juga berkaitan dengan kekerasan fisik. Dalam narasi dikatakan bahwa korban mendapat perlakuan berupa diikat di tiang sampai dipukul oleh anggota lain menggunakan balok kayu.