Bagikan:

JAKARTA - Kepala lembaga penelitian Kyiv pada Hari Senin, menyampaikan, sebuah analisis awal menyimpulkan Rusia menyerang Kyiv pekan lalu dengan rudal hipersonik Zircon, penggunaan pertama di medan perang yang sudah berlangsung selama dua tahun, menghadirkan tantangan baru untuk pertahanan udara Ukraina.

Direktur Institut Penelitian Ilmiah Kyiv untuk Pemeriksaan Forensik Oleksandr Ruvin mengatakan melalui saluran Telegram, lembaganya telah menyelesaikan analisis awal terhadap pecahan rudal dari serangan Rusia pada 7 Februari.

Dia menyertakan video dugaan puing-puing rudal yang menunjukkan tanda-tanda tertentu.

"Dalam hal ini, kami melihat elemen yang menjadi ciri khas rudal 3M22 Zircon. Bagian dan fragmen mesin dan mekanisme kemudi memiliki tanda tertentu," tulisnya, melansir Reuters 13 Februari.

Serangan tanggal 7 Februari menewaskan sedikitnya lima orang dan merusak bangunan tempat tinggal dan infrastruktur energi, kata para pejabat.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia tidak segera membalas permintaan komentar.

Rudal hipersonik Zirkon memiliki jangkauan 1.000 km (625 mil) dan bergerak dengan kecepatan sembilan kali kecepatan suara, menurut Rusia.

Analis militer mengatakan, kecepatan hipersoniknya dapat mengurangi waktu reaksi pertahanan udara dan kemampuan untuk menyerang sasaran yang besar, dalam dan keras.

Rusia sebelumnya mengatakan pihaknya telah menyelesaikan uji coba rudal Zirkon pada Juni 2022. Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan Zirkon sebagai bagian dari sistem senjata generasi baru yang tak tertandingi.

Jika penggunaannya di Ukraina terkonfirmasi, senjata tersebut dapat menimbulkan tantangan tambahan bagi pertahanan udara negara tersebut, di tengah ketidakpastian mengenai bantuan militer Barat di masa depan.

Rusia melakukan serangan udara rutin terhadap Ukraina menggunakan serangkaian rudal jarak jauh dan drone yang berbeda.

Rudal hipersonik Zirkon awalnya dirancang sebagai senjata yang diluncurkan di laut dan versi yang diluncurkan di darat dikembangkan kemudian.

Sementara, pernyataan Ruvin tidak menyebutkan apakah senjata tersebut ditembakkan dari darat atau dari laut. Kendati, ia mengatakan tanda-tanda yang ditemukan dari reruntuhan menunjukkan bahwa senjata tersebut telah dirakit baru-baru ini.