Bagikan:

JAKARTA - Kelompok militan Hizbullah menolak usulan awal Washington untuk meredakan ketegangan di perbatasan dengan Israel, termasuk untuk menarik mundur pasukannya, namun tetap terbuka untuk diplomasi dengan Amerika Serikat untuk menghindari perang yang lebih menghancurkan, kata pejabat Lebanon.

Utusan AS Amos Hochstein memimpin upaya diplomatik untuk memulihkan keamanan di perbatasan Israel-Lebanon, saat wilayah itu menegang akibat perang Hamas-Israel di Jalur Gaza.

"Hizbullah siap mendengarkan," kata seorang pejabat senior Lebanon yang mengetahui pemikiran kelompok tersebut, sambil menekankan kelompok militan itu memandang gagasan yang disampaikan oleh Hochstein pada kunjungan ke Beirut pekan lalu sebagai hal yang tidak realistis, melansir Reuters 18 Januari.

Dicap sebagai organisasi teroris oleh Washington, Hizbullah tidak terlibat langsung dalam perundingan, kata tiga pejabat Lebanon dan seorang diplomat Eropa.

Sebaliknya, gagasan Hochstein diteruskan oleh mediator Lebanon, kata mereka.

Salah satu saran yang muncul pekan lalu adalah, agar permusuhan di perbatasan dikurangi seiring dengan langkah Israel menuju operasi dengan intensitas lebih rendah di Gaza, kata tiga sumber Lebanon dan seorang pejabat AS.

Sebuah usulan juga disampaikan kepada Hizbullah, agar para pejuangnya bergerak sejauh 7 km (4 mil) dari perbatasan, kata dua dari tiga pejabat Lebanon.

militer hizbullah
Tentara Hizbullah. (Wikimedia Commons/Tasnim News Agency)

Hal ini akan membuat para pejuang lebih dekat daripada tuntutan publik Israel untuk mundur sejauh 30 km (19 mil) ke Sungai Litani yang ditetapkan dalam resolusi PBB tahun 2006.

Hizbullah menolak kedua gagasan tersebut dan menganggapnya tidak realistis, kata para pejabat Lebanon dan diplomat tersebut.

Hizbullah diketahui akan terus menembakkan roket ke Israel, sampai ada gencatan senjata penuh Gaza. Penolakan kelompok itu terhadap proposal yang diajukan Hochstein belum pernah diberitakan sebelumnya.

Terlepas dari penolakan dan serangan roket Hizbullah untuk mendukung Gaza, keterbukaan kelompok tersebut terhadap kontak diplomatik menandakan keengganan terhadap perang yang lebih luas, kata salah satu pejabat Lebanon dan sumber keamanan, bahkan setelah serangan Israel mencapai Beirut pada 2 Januari, menyebabkan seorang pemimpin senior Hamas meninggal.

Israel juga mengatakan ingin menghindari perang, namun kedua belah pihak mengatakan mereka siap berperang jika diperlukan. Israel memperingatkan akan merespons lebih agresif, jika kesepakatan untuk membuat kawasan perbatasan aman tidak tercapai.

Kendati menolak usulan AS pekan lalu, Hizbullah telah memberi isyarat bahwa setelah perang Gaza berakhir, maka mereka akan terbuka bagi Lebanon untuk merundingkan kesepakatan yang dimediasi mengenai wilayah yang disengketakan di perbatasan, kata tiga pejabat Lebanon, sebuah kemungkinan yang disinggung oleh pemimpin Hizbullah dalam pidatonya bulan ini.

"Setelah perang di Gaza, kami siap mendukung perunding Lebanon untuk mengubah ancaman menjadi peluang," kata seorang pejabat senior Hizbullah kepada Reuters, yang berbicara tanpa menyebut nama, tidak membahas proposal spesifik.

Terpisah, juru bicara Pemerintah Israel Eylon Levy, dalam menanggapi pertanyaan pada konferensi pers pada Hari Rabu, mengatakan "masih ada peluang diplomatik" untuk mengusir Hizbullah dari perbatasan.

Diketahui, Hochstein memiliki rekam jejak keberhasilan mediasi antara Lebanon dan Israel. Pada tahun 2022, ia menjadi perantara kesepakatan yang menggambarkan batas maritim kedua negara yang disengketakan, dengan persetujuan di balik layar dari Hizbullah.

Hochstein berharap "kita semua di kedua sisi perbatasan" dapat mencapai solusi yang memungkinkan Lebanon dan Israel hidup dengan keamanan yang terjamin, katanya.