JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan belum ada kepastian hukum terkait kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe yang sudah meninggal dunia. Sebab, mantan Gubernur Papua itu kalah banding tapi belum menyatakan menerima putusan.
“Dalam konteks perkaranya Pak Enembe ini dia sudah meninggal pada saat kasus diputus di Pengadilan Tinggi. Nah, belum juga dia menyatakan kasasi dan belum ada sampai sekarang sehingga belum ada kepastian hukum,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak seperti dikutip dari YouTube KPK RI, Kamis, 18 Januari.
Johanis lantas menjelaskan, opsi pengajuan kasasi sebenarnya sudah kedaluwarsa. Tapi, tak ada aturan yang mengatur dengan jelas kondisi seperti ini.
Sehingga ke depan, komisi antirasuah ingin meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Permintaan ini ditujukan agar kasus yang menjerat Lukas bisa berkekuatan hukum tetap.
“Kita akan coba meminta fatwa, baiknya bagaimana. Apakah itu sudah dianggap inkrah,” tegasnya.
Kekuatan hukum tetap penting, kata Johanis. Sebab, mereka akan menjalankan perintah putusan banding untuk mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan.
Selain itu, langkah lain yang bisa dilakukan adalah menggugat secara perdata. “Agar pengembalian uang negara dapat dilakukan karena korupsi terkait dengan kerugian negara,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe meninggal dunia pada 26 Desember 2023 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta karena sakit. Hanya saja, ia masih berstatus terdakwa karena kalah saat mengajukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Oleh PT DKI Jakarta, hukuman Lukas diperberat menjadi 10 tahun dari delapan tahun penjara di tingkat sidang tingkat pertama. Ia terbukti bersalah terkait kasus suap dan gratifikasi pengadaan proyek di Papua.
BACA JUGA:
Selain itu, PT DKI Jakarta juga mengharuskan Lukas membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp47,8 miliar.