Bagikan:

JAKARTA - Presiden William Ruto mengatakan pada Bulan Desember lalu, pengunjung yang ke Kenya tidak lagi memerlukan Visa mulai Januari ini, namun skema penggantinya menuai keluhan.

Presiden Ruto mengatakan pemerintahnya telah mengembangkan platform digital, untuk memastikan semua pengunjung akan menerima izin perjalanan elektronik terlebih dahulu, tanpa harus mengajukan permohonan visa.

"Tidak perlu lagi bagi siapa pun dari penjuru dunia mana pun untuk memikul beban mengajukan visa untuk datang ke Kenya," katanya dalam pidatonya di ibu kota Nairobi pada sebuah acara untuk memperingati 60 tahun kemerdekaan bulan lalu, dikutip dari CNN 15 Januari.

Presiden Ruto sendiri diketahui sejak lama menyerukan perjalanan bebas visa di Benua Afrika. Pada konferensi di Republik Kongo Oktober lalu, ia mengatakan orang-orang dari negara-negara Afrika tidak memerlukan visa untuk mengunjungi Kenya pada akhir tahun 2023.

Industri pariwisata diketahui memainkan peran penting dalam perekonomian Kenya, menawarkan liburan pantai di sepanjang garis pantai Samudera Hindia dan safari satwa liar di daratan.

"Kenya mempunyai pesan sederhana untuk umat manusia: Selamat Datang di Rumah!" kata Presiden Ruto.

Namun, meski tidak harus lagi mengurus visa dengan biaya lebih dari 51 dolar AS, kini hampir semua pengunjung, termasuk dari beberapa negara yang sebelumnya menikmati visa gratis, harus membayar 34 dolar AS untuk mendapatkan Otorisasi Perjalanan Elektronik (ETA).

Tindakan ini telah memicu reaksi balik, dan banyak orang menggunakan media sosial untuk menyuarakan kemarahan mereka. Beberapa pelaku industri perjalanan telah memperingatkan, hal ini dapat berdampak serius pada pariwisata pada saat negara tersebut berharap dapat menarik lebih banyak pengunjung.

Kebijakan baru ini mengharuskan pengunjung untuk mengajukan permohonan secara online setidaknya tiga hari, sebelum perjalanan dan membayar 34 dolar AS sebagai biaya pemrosesan. Sejak berlaku awal Januari, ini langsung menuai keluhan.

Ketika ETA mulai berlaku pada minggu pertama Bulan Januari, Jones Ntaukira, yang sering melakukan perjalanan bisnis dari Malawi, menyatakan keterkejutannya atas langkah tersebut dalam sebuah unggahan di X.

kenya
Ilustrasi Kenya. (Wikimedia Commons/Mimistdm2021)

Pendiri perusahaan startup energi Zuwa Energy itu mengatakan, bagi seseorang yang sering melakukan perjalanan dalam waktu singkat ke Nairobi untuk bertemu dengan mitra dan investor, peraturan baru ini merupakan hambatan yang tidak diinginkan.

"Sekarang berarti tidak mendapat kemudahan itu, hilang, harus mengajukan empat hari sebelumnya," ujarnya.

"Ini bukan masalah 30 dolar AS tapi menurut saya prosesnya adalah Anda harus mengajukan permohonan secara online dan menunggu selama tiga hari lalu menyerahkan dokumen. Kami tidak mengalaminya sebelumnya," lanjutnya.

Pengunjung yang lain mempermasalahkan persyaratan baru yang dikenakan pada anak-anak. Sebelumnya, anak-anak di bawah 16 tahun dari beberapa negara tidak perlu membayar visa.

Diketahui, Dewan Pariwisata Kenya berharap dapat menarik 5,5 juta pengunjung setiap tahunnya dalam empat tahun ke depan. Namun, para pengkritik kebijakan baru ini mempertanyakan dampak kebijakan tersebut terhadap kedatangan pengungsi.

"Waktu yang Anda habiskan untuk hal-hal ini (aplikasi), terkadang membuat Anda kecewa, Anda memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu yang biasanya Anda lakukan dan Anda melakukannya di tempat lain atau dengan cara yang berbeda," kata Ntaukira.

Sedangkan seorang eksekutif penerbangan Sean Mendis mengatakan, "Jangka panjang tidak akan baik bagi pariwisata Kenya."

"Ini adalah salah satu rezim visa yang paling keras di Afrika saat ini, dan ini menyamar sebagai liberalisasi perjalanan," kata Sean Mendis dalam sebuah unggahan di LinkedIn.

Ada juga kekhawatiran bahwa sistem baru ini dapat berdampak pada wisatawan Kenya, jika negara-negara yang saat ini menawarkan akses tidak terbatas kepada mereka berupaya menerapkan ketentuan timbal balik.

Di sisi lain, pihak berwenang Kenya bersikeras ETA adalah sebuah langkah maju bagi negaranya.

Sebuah pernyataan Kementerian Dalam Negeri pekan lalu mengatakan, penerapan sistem ini "didasarkan pada kebutuhan untuk memiliki sistem yang adil, lebih cepat dan dapat diandalkan yang juga menangani keamanan Kenya dan kepentingan strategis lainnya."

Warga negara dari negara-negara di blok regional Komunitas Afrika Timur (EAC), yang dikecualikan dari ETA selama enam bulan ke depan, dikatakan akan segera mengajukan permohonan untuk melakukan perjalanan ke Kenya.

"Warga negara EAC akan diberikan ETA gratis," kata Direktur Komunikasi Kementerian Dalam Negeri Kenya Nixon Ng’ang’a.

"Kami sedang mengembangkan sistem untuk mengenali berbagai jenis dokumen EAC yang digunakan untuk perjalanan di wilayah tersebut."

"Beberapa dari (dokumen perjalanan) ini tidak mematuhi Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Jangka waktu enam bulan tersebut akan digunakan untuk menyelaraskan kepentingan regional dan kepatuhan terhadap protokol perjalanan internasional," tandasnya.