JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menjadi undang-undang yang paling banyak diuji di MK sepanjang tahun 2023, yakni 42 kali.
"Undang-Undang yang paling sering dimohonkan pengujian adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, diuji 42 kali," kata Suhartoyo saat Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan Tahunan 2023 dan Pembukaan Masa Sidang Tahun 2024 dilansir ANTARA, Rabu, 10 Januari.
Kemudian, berikutnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diuji sebanyak 11 kali, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana diuji tujuh kali, dan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diuji sebanyak enam kali.
"Berkenaan dengan jumlah undang-undang yang diuji pada tahun 2023, sebanyak 65 undang-undang dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi," sambung Suhartoyo.
Ketua MK juga menjelaskan sepanjang tahun 2023, MK menerima sebanyak 202 perkara pengujian undang-undang; rinciannya adalah 19 perkara yang diregistrasi pada tahun 2022 dan 183 perkara di tahun 2023.
BACA JUGA:
Dari 202 perkara tersebut, 136 perkara telah diputus, terdiri atas 19 perkara yang diregistrasi tahun 2022 dan 117 perkara diregistrasi tahun 2023.
Ada 136 putusan MK sepanjang tahun 2023 itu terdiri atas 13 putusan dengan amar dikabulkan, 57 putusan ditolak, 41 putusan tidak dapat diterima, dan 25 perkara ditarik kembali oleh pemohon.
"Pada tahun 2023, Mahkamah Konstitusi menangani perkara pengujian undang-undang saja, tidak ada perkara lain yang diajukan," kata Suhartoyo.
Jika ditarik ke belakang, total seluruh perkara yang diregistrasi sejak MK dibentuk pada tahun 2003 sampai dengan Desember 2023 adalah mencapai 3.631 perkara; di mana 3.580 perkara di antaranya telah diputus, sedangkan 51 perkara lainnya masih dalam proses pemeriksaan.
"Dari jumlah 3.580 perkara yang telah diputus tersebut, terdiri atas 1.739 putusan perkara pengujian undang-undang, 1.136 putusan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah, 676 putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden/wakil presiden, dan 29 putusan perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara," ujar Suhartoyo.