JAKARTA - Setelah bertahan selama beberapa bulan dari gelombang penyebaran COVID-19 yang menjangkiti sejumlah negara, akhirnya dua warga di Indonesia terjangkit virus ini. Kini, dua orang tersebut dan beberapa orang lainnya yang juga menjadi suspek COVID-19 sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
Beberapa waktu lalu, kami sempat mewawancarai mereka yang berhadapan langsung dengan para pasien pengidap COVID-19 di sana. Kami mendapat pandangan menarik, ternyata tak ada kekhawatiran di dalam pikiran mereka walau harus merawat orang-orang yang terjangkit virus itu.
Di RSPI Sulianti Saroso, kami bertemu dengan spesialis paru yaitu dr Yuki. Dalam sebuah perbincangan singkat, Yuki mengaku tak ada rasa khawatir di dalam dirinya saat harus bertemu dengan pasiennya itu. Sebab, selama menjalankan tugasnya dia selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sudah sesuai standar.
Begitu juga setelah dia bertemu dengan pasiennya. Sesuai prosedur yang ada, Yuki akan membersihkan tubuhnya agar tak ada virus yang terbawa saat dia melepas alat pelindung diri yang digunakannya. Selain itu, dia juga sudah terbiasa mengurus pasien yang memang berkaitan dengan infeksi virus dan bakteri jauh sebelum adanya penyebaran COVID-19.
BACA JUGA:
"Karena kita sudah terbiasa memakai APD yang benar dan tepat, terbiasa menghadapi kasus yang lebih berat dari ini jadi sudah ada pengalaman lah, ya. Jadi enggak usah takut walau tetap waspada," kata Yuki kepada kami dalam pertemuan singkat itu.
Yuki memang sempat merasa khawatir awalnya, namun belakangan dia sadar dengan menggunakan APD dan menjalankan segala prosedur yang ada maka sudah tak ada lagi yang perlu dia khawatirkan.
Sementara keluarganya, dia bilang, juga tak mengalami kekhawatiran yang berlebihan. Alasannya, hampir seluruh keluarganya juga menjadi petugas medis. Sehingga, mereka cepat memahami soal virus yang awal persebarannya terjadi di Kota Wuhan, China.
"Jadi kita (sekeluarga) semua udah tahu, ini penularannya seperti apa. Memang, penularannya cepat kalau si COVID atau nama virusnya Sars COV-2. Cuma kita tahu angka kematiannya sedikit. Jadi orang rumah enggak terlalu khawatir, sebenarnya. Aman-aman saja," ungkapnya.
Lagipula, dia sebetulnya kerap bertugas membantu pasien menjalani proses pengobatan sejak maraknya penyebaran virus Mers-COV dan flu burung. Berkaca dari sejumlah kasus ini, Yuki juga telah meyakinkan keluarganya jika dia akan aman mengingat para pasien sudah dirawat di dalam ruangan isolasi khusus.
Menurut dia, penyebaran virus di ruang isolasi khusus ini sebenarnya jarang terjadi. Karena, dalam ruangan ini terdapat ion negatif. "Jadi amat sangat kecil kemungkinan kita keluar membawa virus ini," tegasnya.
Sementara bagi para tetangga di sekitar rumahnya, Yuki kerap memberikan pengertian kalau COVID-19 sebenarnya adalah virus yang bisa mati dengan sendirinya atau limiting self disease. Alasannya, penyakit ini bisa mati jika daya tubuh pasien yang dijangkitinya membaik atau tak akan menular jika daya tahan tubuh seseorang cukup kuat.
Dalam wawancara singkat itu, Yuki juga membagikan tips kepada kami bagaimana menjaga daya tahan tubuh di tengah penyebaran virus tersebut. Pertama, dia meminta masyarakat untuk makan makanan sehat secara teratur tiga kali sehari. Selanjutnya, jangan lupa beristirahat dengan cukup.
"Bisa 4 sampai 6 jam minimal. Lalu menjaga kebersihan diri, karena kita tidak tahu tempat-tempat yang terkena (terkontaminasi virus COVID-19). Berarti kita harus sering cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau cuci tangan dengan handrub yang berbasis alkohol," jelasnya sambil menambahkan agar bagi masyarakat yang tak enak badan atau sedang flu dan batuk bisa menggunakan masker untuk mencegah penularan.
Selain Yuki, kami pun menemui seorang perawat khusus di ruang isolasi RSPI Sulianti Saroso, Widia. Berbincang singkat, wanita ini mengatakan dia tak khawatir selama menjalankan tugasnya merawat para pengidap virus COVID-19.
Sebab, sejak awal dia sudah diberi pemahaman soal penularan virus tersebut dan telah bekerja selama lima tahun sebagai perawat di ruang isolasi.
Tak hanya itu, ada prosedur yang sudah diberlakukan agar tak terjadi penularan virus termasuk menggunakan alat perlindungan diri (APD). "Saya pikir setelah mengikuti prosedur itu, insyaallah sehat, enggak akan tertular," ungkap Widia.
Meski dia tak khawatir, namun, Widia tetap memberikan pengertian bagi keluarganya soal virus COVID-19. Termasuk, memberitahu jika prosedur isolasi telah dilaksanakan dengan baik di tempatnya bekerja. "Dan alhamdulillah mereka paham karena ini sudah pekerjaan saya dan yakinlah bahwa di sini kita terlindungi," katanya.
Berinteraksi dengan pasien
Yuki sang dokter spesialis paru menceritakan pengalamannya saat berinteraksi dengan pasiennya. Kata dia, interaksi yang dilakukan tak bisa begitu lama. Mengingat, saat melakukan pemeriksaan dia menggunakan alat pelindung diri (APD) dan hal ini membuat pergerakannya sulit. Sebab, saat menggunakan alat tersebut yang terdiri dari baju dan masker N-95 sesak dirasakan oleh dirinya.
"Jadi kalau pakai APD secara benar, orang yang akan memakai akan sesak dalam hitungan dua jam. Jadi enggak bisa lama-lama," katanya sambil tertawa.
Walau begitu, interaksi tetap ada meski hanya dalam waktu singkat. Termasuk, saat pasien curhat dia akan meladeninya. "Jadi kalau misalnya curhat tentu kita dengarkan, akan kita tanggapi sesuai curhatannya. Cuma memang tidak lama satu pasien itu. Karena maskernya itu tidak nyaman, bajunya tidak nyaman," jelasnya.
Yuki juga bercerita, pernah ada pasien sedang dalam pengawasan yang sudah cukup tua dan tidak mempunyai smartphone. Akibatnya, pasien ini merasa jenuh dan akhirnya dia menemani selama dua jam untuk sekadar ngobrol atau mendengarkan cerita pasiennya. Namun selama berinteraksi dengan pasiennya, dia mengaku tak ada ketakutan.
Sehingga ketika ada kepanikan di tengah masyarakat, dia juga bingung mengapa terjadi. Sebab, sebagai orang yang berhubungan dengan pasien pengidap COVID-19 dia tak merasa perlu ada kekhawatiran. Apalagi, angka penularan memang tinggi tapi angka mereka yang sembuh juga cukup tinggi di dunia.
Sama dengan Yuki, Widia juga menjelaskan dirinya kerap menemani pasien yang merasa jenuh di dalam ruang isolasi dengan mengobrol. Dia juga kerap memberikan motivasi bagi para pasien agar tak perlu merasa khawatir dengan keadaan mereka. Tujuannya, agar pasien tidak asing dengan perawat yang ada di ruang isolasi khusus.
Widia juga bercerita hal apa yang paling dia berkesan selama merawat pasien, yaitu melihat pasien sembuh dan pulang dengan tersenyum.
"Ketika pasien keluar dari ruangan dengan sehat, dengan kata terima kasih, senyum itu adalah hal yang paling membahagiakan."