Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah belum memutuskan untuk mengonversikan tempat tidur rumah sakit rujukan untuk pasien COVID-19 saat gelombang ketiga lonjakan kasus mulai terlihat.

Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan per tanggal 26 Januari, terdapat 7.688 kasus COVID-19 termasuk kasus varian Omicron yang dirawat di rumah sakit se-Indonesia. Sisanya, melakukan isolasi mandiri atau isolasi terpusat.

Sementara, keterisian tempat tidur COVID-19 atau bed occupancy ratio (BOR) di Indonesia yang tersedia sebanyak 70.641. Dengan kata lain, BOR COVID-19 di Indonesia masih sekitar 10 persen.

Dari data ini, Menkes Budi Sadikin menuturkan, bahwa tingkat hospitalisasi pasien COVID-19 saat penyebaran varian Omicron lebih rendah dibanding lonjakan varian Delta pada pertengahan 2021.

Sehingga, pemerintah tidak khawatir penularan Omicron akan mengakibatkan keterisian rumah sakit menjadi penuh.

"Varian omicron ini hospitalisasinya lebih rendah. Tingkat keparahannya juga lebih rendah. Sehingga, kita akan melihat yang masuk ke rumah sakit lebih sedikit. Jadi, lebih banyak orang-orang yang terkena Omicron ini dirawat di rumah atau isoman," kata Budi pada Kamis, 27 Januari.

Budi membuktikannya dengan data kasus Omicron yang saat ini dirawat di rumah sakit. Per tanggal 26 Januari, sudah ada 1.988 kasus COVID-19 varian Omicron yang terdeteksi.

Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 854 kasus Omicron dirawat di rumah sakit. Sebanyak 86 pasien masih dirawat, 765 pasien telah sembuh, dan 3 pasien meninggal dunia.

Dari 845 kasus Omicron yang dirawat, mayoritas kasus merupakan orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan. Rinciannya, 461 kasus OTG, 334 kasus dengan gejala ringan, kategori sedang 54 kasus, dan berat 5 kasus.

"Omicron ini tinggi penularannya tapi keparahannya rendah karena sebagian besar adalah OTG, orang tanpa gejala atau asimptomatik atau dia sakitnya ringan. Jadi, mungkin hanya pilek, batuk, atau ada demam sedikit yang sebenarnya bisa sembuh tanpa perlu dibawa ke rumah sakit," jelas Menkes.

Pilah-pilih pasien yang dirawat di rumah sakit

Mengingat sifat varian Omicron yang sangat mudah menular, peningkatan keterisian tempat tidur COVID-19 di rumah sakit niscaya akan terjadi.

Untuk menjaga kestabilan kapasitas tempat tidur, menyebut tak semua pasien COVID-19 termasuk yang terpapar varian Omicron yang perlu dirawat di rumah sakit rujukan.

Budi menuturkan, ketika kasus aktif COVID-19 terus meningkat, rumah sakit akan memilah pasien mana yang bisa dirawat di rumah sakit.

Utamanya, pasien yang perlu dirawat adalah kasus yang bergejala sedang hingga berat. Sementara, kasus dengan kategori orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan bisa isolasi mandiri (isoman) di rumah.

"Kita lihat yang masuk rumah sakit seperti apa dan akan pilah-pilah yang benar-benar butuh perawatan di rumah sakit. Kalau yang postif tak bergejala, di RS akan dibujuk isoman agar RS bisa dipakai teman-teman yang (gejalanya) lebih berat," kata Budi dalam konferensi pers virtual, Kamis, 27 Januari.

Budi lalu merincikan kategori pasien yang perlu dirawat di RS. Pihak RS akan mengutamakan pasien kelompok rentan seperti lansia dan pengidap komorbid atau penyakit bawaan.

"Kita perlu memastikan, orang-orang lansia itu dirawat dengan baik. Perlu kita perioritaskan lansia2 itu divaksinasi dahhulu dan kalau ada komorbid diprioritaskan dikirim ke RS," ucap Budi.

Selanjutnya, pasien COVID-19 yang perlu dirawat di RS adalah kasus yang mengalami gejala sesak saturasi oksigen di bawah 95 persen, dan orang yang belum divaksinasi.

Sementara, jika kasus COVID-19 tanpa gejala, gejala ringan, saturasi oksigen di atas 95, dan bukan pengidap komorbid, mereka bisa melakukan isolasi mandiri.

Namun, jika rumahnya tak memadai untuk isolasi mandiri, mereka bisa meminta dirujuk ke rumah sakit atau tempat isolasi terpusat.

"Kalau dia tanpa gejala, tanpa gejala, bisa dirawat di rumah.Tidak perlu panik. Isoman, minum vitamin. Kita sudah memberikan layanan telemedisin. Dia bisa kontak dan dia bisa dirawat secara remote oleh dokter dan kita bisa kirimkan langsung obatnya ke mereka," jelas Budi.

"Kecuali, tempat padat di mana keluarga berkumpul, ngumpul keluarga tidak bisa dihindari ke isolasi terpusat di wisma," tambahnya.