Pelopori Unjuk Rasa Tolak Kudeta Militer, Rezim Myanmar Tangkapi Dokter hingga Staf Kesehatan
Unjuk rasa perawat di Myanmar. (Twitter/@HninYuL56255394)

Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar melakukan serangkaian tindakan represif, untuk melawan aksi unjuk rasa penolakan kudeta militer. Salah satu sasaran tindakan represif mereka adalah rumah sakit dan tenaga kesahatan, mulai dari dokter hingga staff kesehatan.

Pada Jumat pukul 00:00 dinihari waktu setempat, Polisi Mandalay menggerebek rumah Profesor Dr. Khin Maung Lwin, rektor Universitas Kedokteran. Tanpa surat perintah, mereka berusaha menahannya karean dicurigai mendukung aksi unjuk rasa atau aksi pembangkangan sipil (CDM) menolak kudeta militer Myanmar 1 Februari.

Namun upaya ini gagal, setelah warga setempat datang dan segera memukul-mukul panci dan wajan, simbol perlawanan sekaligus penarik perhatian, sehingga polisi gagal menangkap Profesor Maung Lwin, seperti melansir The Irrawaddy.

Pada malam yang sama, polisi harus menghentikan upaya mereka untuk menangkap pengawas medis Rumah Sakit Aunglan di Wilayah Magwe yang dicurigai mengikuti CDM, setelah warga segera muncul di depan rumah sakit.

Tenaga kesehatan rumah sakit pemerintah di seluruh wilayah Myanmar, sepakat untuk menjalankan aksi menolak kudeta militer Myanmar mulai Rabu 3 Januari lalu.

perawat myanmar
Aksi jalan kaki perawat di Myanmar. (Twitter/@HninYuL56255394) 

Aksi ini diikuti ribuan dokter, perawat, dan staf lain yang berasal dari lebih dari 100 rumah sakit pemerintah dan departemen kesehatan di seluruh Myanmar. Aksi ini pun diikuti ribuan pegawai negeri dari berbagai sektor di seluruh Myanmar. Polisi pun meningkatkan upaya untuk menangkap dokter dan pegawai negeri yang mengikuti CDM. 

Pyae Phyo Naing, yang bekerja di sebuah rumah sakit di Kotapraja Ingapu, Wilayah Ayeyarwady, ditangkap oleh polisi pada 11 Februari. Pada saat penangkapannya, ia sedang merawat pasien di klinik filantropi di tengah penutupan rumah sakit pemerintah, keluarganya tidak mendengar apapun tentang keberadaannya sejak itu.

Tiga dari empat rumah sakit Kotapraja Ingapu saat ini ditutup setelah para dokter bergabung dengan CDM dan melakukan pemogokan. Upaya pria dan wanita berpakaian preman, yang mengaku sebagai polisi, untuk mengambil dokter yang telah berpartisipasi dalam CDM juga telah dilaporkan di wilayah Mandalay, Magwe dan Naypyitaw dan Negara Bagian Shan, tetapi upaya mereka gagal setelah penduduk setempat turun tangan.

Pada hari Kamis, polisi berpakaian preman mencoba menangkap Dr. Win Marlar Kyi, asisten direktur Departemen Layanan Medis Naypyitaw di Kotapraja Pobba Thiri. Namun karena tidak memberikan alasan atau tidak menyatakan identitasnya, maka masyarakat tidak mengizinkan mereka membawa dokter.

Lynn Letyar, seorang ahli bedah di Rumah Sakit Umum Lashio di Negara Bagian Shan bagian utara mengatakan kepada The Irrawaddy, Jumat, jika sebagai besar dokter dari rumah sakit tersebut memilih kembali ke rumah setelah sebelumnya mengikuti unjuk rasa, lantaran takut akan ditangkap jika terlihat di muka umum. 

Seorang dokter di Mandalay, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan kepada The Irrawaddy bahwa sejauh ini, tidak ada dokter di sana yang ditahan, meskipun polisi mengawasi mereka, karena mereka semua ambil bagian dalam CDM.

"Saya berani mengatakan bahwa semakin banyak tekanan yang mereka (rezim militer) berikan kepada kami, semakin besar perlawanan yang akan mereka hadapi," katanya.