JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memberhentikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK dengan tidak hormat.
Berbagai pelanggaran yang dilakukan harusnya menjadi alasan Firli tak bisa menikmati haknya.
“Seharusnya Firli diberhentikan dengan tidak hormat atau PTDH. PTDH menjadikan Firli berpotensi dihilangkan hak uang pensiunnya,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan dikutip Sabtu, 30 Desember.
Selain itu, dengan diberhentikan secara tidak hormat Firli tak bisa lagi menduduki jabatan publik dan memberikan efek jera bagi yang lain. “Supaya orang-orang Pimpinan KPK yang lain dengan masa akan datang tidak berani main-main lagi,” ungkap Boyamin.
“Karena kalau anda tidak menjaga amanah atau bahkan berkhianat dalam tanda kutip terhadap sumpah anda sendiri untuk memberantas korupsi tapi diduga melakukan korupsi maka hukumannya juga berat. Selain etik juga kena pidana,” sambungnya.
Boyamin berharap Presiden Jokowi menjelaskan bunyi Keppres Pemberhentian Firli Bahuri. “Kalau itu sudah diberhentikan tidak dengan hormat, ya, sudah. Saya cukup tapi kalau belum baru persiapan mengajukan gugatan PTUN,” tegasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi secara resmi memberhentikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 129/P Tahun 2023.
Penandatanganan dilakukan pada Kamis malam, 28 Desember. Proses ini terjadi di tengah pengusutan dugaan pemerasan atau penerimaan gratifikasi yang ditangani Polda Metro Jaya.
Ada tiga hal yang mendasari penerbitan Keppres tersebut. Pertama, Firli telah bersurat untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Kemudian, Presiden Jokowi juga memperhatikan Putusan Dewan Pengawas KPK Nomor 03/DEWAN PENGAWAS/ ETIK/12/2023 yang dibacakan pada Rabu, 27 Desember. Di dalamnya, disebutkan Firli melakukan tiga pelanggaran etik yang salah satunya adalah bertemu dengan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Dewan Pengawas memutus pertemuan itu sebagai pelanggaran berat sehingga Presiden Jokowi direkomendasikan untuk memberhentikan Firli.
Terakhir, Keppres ditandatangani Presiden Jokowi karena mengacu pada Pasal 32 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.